Pengikut

Selasa, 31 Juli 2012

Elementary Story


 Hari ini agak berbeda dari biasanya, aku hanya termenung di kamar sambil membaca buku tetralogi karya Pramodya Ananta Toer. Sebuah kisah kepahlawanan yang cukup luar biasa di tuliskan dalam buku ini. Bicara mengenai kepahlawanan aku teringat dengan masa kecilku ketika pertama kalinya aku masuk sekolah di salah satu sekolah dasar di desaku. SDN Bestala, sekolah terbaik di desaku yang mampu mencetak banyak dokter, bidan, polisi, tentara, hingga insinyur dan juga pengusaha. Tidak salah karena tanpa sekolahku ini orang tuaku dan juga sebagian penduduk di desaku tak kan bisa membaca atau menulis. Kenapa? Karena sampai adiku yang kedua masuk sekolah dasar belum ada taman kanak – kanak yang didirikan. Mau tidak mau guru kelas satu harus mengajar dan juga mengenalkan siswa baca dan juga menulis.
Aku beruntung masuk sekolah ini. Walau umurku hampir tujuh tahun baru kelas satu tapi tak apa aku bisa berteman dengan siapa saja. Aku harus berjalan selama 30 menit untuk bisa sampai di sekolah. Sehingga aku harus bangun jam 5 pagi untuk bersiap – siap dan berangkat ke sekolah bersama 7 orang teman – teman setiaku pukul 6 pagi. Sebuah rutinitas yang sangat kompak siapa yang sudah siap harus menunggu yang belum datang hingga jam setengah 7 agar bisa berangkat bersama. Sepanjang perjalanan kami melewati kebun dan sawah yang hijau, tak ada angkutan umum yang bisa ditumpangi atau bus sekolah yang bisa mengantar dan menjemput kami, kami hanya berjalan kaki berangkat atau pun pulang sekolah. Tidak apa kami tetap semangat ke sekolah.
Saat uang jajan habis aku sering harus buru – buru pulang karena lapar dan haus sepanjang perjalanan. Aku dan teman – teman kadang masuk kekebun warga mencari buah manggis, atau buah duku yang sudah masak hingga jatuh di bawah pohonnya. Sehingga haus dan laparku sedikit tertahan. Atau mencari sumber air di dalam kebun warga. Desaku sangat subur dan hijau, sehingga kadang aku bisa menemukan sumber air yang jernih dan segar untuk diminum. Ini adalah saat – saat yang tak bisa dibeli dimana dan kapanpun, saat ini aku sangat merindukannya.
Belajar di kelas bersama guruku yang sedikit galak menuntut aku untuk rajin belajar. Khususnya membaca dan menulis. Walaupun tulisanku seperti cakar ayam dan cara membacaku yang tidak lancar tapi kalau urusan menghitung aku tak mau ketinggalan. Saking galaknya guruku saat membentak bisa terdengar dari kelas sebelah. Pernah suatu kali aku tidak bisa mengerjakan salah satu soal matematika yang belaiu berikan. Karena lama aku berdiri di depan papan tulis beliau membentakku hingga temanku yang sedang menulis di bangkunya terkejut dan trauma hingga tanganya gemetaran. Sampai saat ini bila dia menulis tangannya selalu bergetar walaupun tak ada yang membentak. Sejak saat itu aku menjadi rajin belajar khususnya matematika.
Beruntung aku punya kakek yang jago matematika. Setiap pulang dari sawah beliau memberitahuku sebuah trik menghitung yang luar biasa. Tapi beliau tak pernah mengajariku karena ingin aku pintar, tapi karena aku yang ingin tahu. Ada – ada saja cara yang kakekku punya. Beliau sering mengatakan kalau waktu kecil gurunya suka memberitahu cara ini setiap kali mau ujian dan kakekku adalah murid kesayangan gurunya waktu kecil karena nilai matematikanya tak pernah mendapat nilai merah. Dari sana aku mendapatkan motivasi untuk terus belajar dan ingin jadi seperti kakekku. Hingga akhirnya tak salah pertama kalinya aku menerima raport satu – satunya nilai 9 yang aku dapatkan adalah nilai matematikaku. Teman – temanku yang selalu aku ajak pulang dan berangkat sekolah mulai menghargai aku sebagai adik mereka yang ternyata memiliki bibit berprestasi didalamnya. Aduh kok jadi pamer.
Teman – temanku tidak hanya teman yang dari satu arah pulang saja, ada juga teman sekelasku yang beraneka ragam dan rumahnya tak kalah jauh dari rumahku. Mereka harus berjalan sekitar 1 jam dari rumahnya untuk bisa sekolah di SD ku yang berada di tengah – tengah desa ini. Ada anak kepala desa yang biasa dipanggil Bagus, dan anak pegawai desa Teddy, anak saudagar Novi, serta yang lainya sama denganku anak petani. Setelah liburan pertama aku sekolah kami mendapat teman baru lagi anak seorag guru benama Very. Kami semua berteman dan belajar hingga lulus SD. Selama 6 tahunan banyak sekali peristiwa penting yang aku lewati. Mulai dari persaingan aku dengan temanku yang cukup strik dan menyebalkan bagi teman – temanku. Hingga persiangan mempertahankan juara kelas yang sempat tidak aku sadari saat aku duduk di kelas 3. Nilai aku turun merosot tapi aku tidak merasa tertekan sedikitpun. Malah guruku yang sangat perhatian dengaku memperingatkanku dan mengatur tempat dudukku tanpa aku ketahui.
Pertama kali masuk kelas aka nada perebutan tempat duduk. Bagaimanatidak aku sekelas dengan 15 orang temanku dari baru masuk SD hingga lulus, tentu kami sudah tahu tabiat masing – masing. Sebagai orang pintar pasti berusaha mencari teman yang baik dan asyik. Saat aku naik ke kelas 5 aku menangis tersedu – sedu karena ada temanku yang tak bertanggung jawab. Dengan seenaknya memindahkan aku ke belakang dengan temanku Surya. Surya juga tidak tahu kenapa aku dengan dia yang sudah menaruh tas di depan, tempat favoritku, tiba – tiba saat pelajaran mau dimulai tas aku dengannya ada dibelakang. Dan tempat dudukku di depan sudah ada yang menempati. Saat itu guruku sudah ada di dalam kelas dan siap belajar. Akhirnya aku pun menerima saja apa yang terjadi dan aku tak tahu kenapa harus begini. Ketua kelasku hanya mengatakan jika semuanya harus duduk ditempat yang sudah ditentukan. Aku kesal menerima keputusan itu.
Proses belajar mengajar dengan lancar, walau aku duduk dibelakang tapi aku tetap berusaha mendengarkan penjelasan guru dengan baik, sumpah alim banget aku dulu. Aku suka guru IPA dan guru matematika yang juga bertugas sebagai kepala sekolah di SDku yang hanya 10 ruangan itu. Awalnya aku tidak mengerti kenapa aku diajak keluar kelas menuju halaman sekolah. Mengambil tali panjang dan meteran untuk mengukur lapangan yang panjang dan luarnya 2 desimeter persegi. Memang ini salah satu cara yang paling mudah menunjukkan kepada siswa, selain karena mempermudah siswa memahami berapa ukuran 1 desimeter persegi juga karena satuan desimeter jarang digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Semua itu membuatku lebih paham dengan materi itu. Guruku ini tak suka memberi PR tapi setiap hari memberikan kita latihan. Cara mengajarnya pun asyik penuh humor yang membuatku tetap melek walau membosankan. Setiap hari aku selalu menanti datang mengajar.
Saat ini aku cukup sedih karena kabar terakhirnya yang aku dengar sebulan yang lalu dari orang tuaku di Bali beliau sedang sakit keras dan sudah beberapa kali operasi. Aku tidak sempat menengok beliau. Dan lebih menyesalnya lagi kemarin aku dengar keluarga beliau mengadakan upacara pengabenan beliau. Sedikit aku seperti tidak percaya jika beliau pergi begitu cepat, tanpa sempat menungguku. Karena beliau tahu aku sedang melanjutkan kuliah di Jakarta. Selamat jalan guru terbaikku, guru yang selalu menjadi inspirasiku setiap kali aku membuat tugas kuliah tentang belajar mengajar matematika, pelajaran yang pernah ku anggap  sulit menjadi mudah jika aku belajar dengannya. Ah, sudah.. aku tidak mau bersedih karena ada atau tidak ada beliau di dunia. Beliau aku terus menginspirasiku untuk terus mengajar. Lanjut!
Selama semester ganjil aku dan semua anak kelas 4, 5 dan 6 membuat tabungan setiap bersama setiap hari 200 rupiah yang akan kita gunakan untuk acara kemah pramuka yang akan dilaksanakan di Gondol, Grokgak Buleleng Barat. Semangatnya kami kemah karena Pembina pramuka kami benar – benar semangat juga membina kami.  Setiap hari minggu kamu latihan bersama mulai dari latihan sandi, baris berbaris, morse hingga semaphore. Semangat kami ditambah lagi dengan persiaan sekolah mengikuti lomba UKS. Aku dan beberapa temanku dipercaya sebagai dokter kecil yang bertugas jaga di UKS dan menyiapkan kebun sekolah menjadi kebun yang indah penuh dengan bunga dan rapi dipagar. Kelompokku namanya kelompok Angsoka, ada lagi kelompok Anggrek, Kunyit dan Kencur. Masing – masing kelompok punya areal kebun tanaman toga sendiri yang dilombakan. Aku memang tidak begitu pintar menanam tanaman apalagi tanaman obat. Tanpa aku sadari aku sebagai ketua kelompok malah menanam bunga. Akhirnya ada juga temanku Warsiki yang pintar memelihara kebun. Dia selain menanam obat juga menanam bunga mawar dan bonsai di kebun kami.
Sekolah kami menjadi indah semenjak ada kelompok UKS ini. Kepala sekolah sangat senang dengan hasil kerja kami. Selain itu tanaman anggrek yang aku gantung di depan kelas sudah mulai berbunga. Ibu Yeti yang sangat menyukai bunga anggrek sangat senang dan meminta siswa kelas lain untuk membuat tanaman lagi.
Puncak acara semakin dekat yaitu pada saat usai penerimaan rapot semester ganjil. Aku dan teman – teman mulai membagi tugas alat – alat perkemahan. Mulai dari tikar, senter, alat masak, alat sembahyang dan sebagainya. Aku makin sibuk tapi ada saja yang menganggu pikiranku. Aku dengar dari Suryani jika ada orang yang selalu memperhatikanmu setiap kamu dipanggil ke depan kelas. Saat aku ingin kembali ke kelas tiba – tiba aku bertabrakkan dengan seseorang. Sumpah aku malu menuliskan bagian ini. Tapi apa boleh buat aku akan menulisnya sebagai proses aku mencapai dewasa.
Ternyata teman sekelasku Bagus katanya sudah pacaran dengan adik kelas. Bagus yang bisa dibilang anak paling tinggi dan cakep di kelasku sudah punya pacar. Aku sedikit tidak terima karena dia memang salah satu cowok idolaku saat itu. hehehheehe.. cinta monyet anak SD lucu juga kalau di tulis lagi. Tapi kini sudah jadi milik orang lain gimana dong. Tapi tak apa – apa dia masih bisa aku lihat di kelasku. Aku memang dekat dengannya apalagi urusan pelajaran kita selalu bersaing. Tapi bukan Asih namanya kalau aku tidak menang. Tak salah aku selalu jadi juara satu bertahan di kelas selama kelas 5 dan 6. Dia punya pacar sekarang baiklah aku akan terus bertahan.
Saat jam istirahat dia suka bercerita tentang pujaan hatinya itu. Betapa indahnya hubungan mereka. Bagus selalu menyebut Lisa dengan Sri Kamandaka dan dia  di panggil Kamandaka. Amboi.. kapan yah aku kaya gitu! Begitulah hubungan mereka kita lajutkan dengan cerita dokter kecil dan pramuka dulu.
Akhirnya Persami dilaksanakan. Kegitan pertama yang aku ikuti adalah outbond yang tak bisa aku selesaikan sampai finish karena aku sakit perut dan aku pingsan di pinggir sungai. Aku tersadar di kantor kepala desa dan betapa menyesalnya aku tak bisa ikut karena aku tak punya cerita seperti yang diceritakan oleh teman – temanku yang lain. Ayahda pembina dan kepala sekolah marah pada teman sekelompokku yang menelantarkan aku pingsan di pinggir sungai. Untung ada warga desa yang lewat dan membawaku ke klinik terdekat di Kantor Kepala desa. Semua itu berawal karena aku tak mau sarapan pagi harinya.
Sorenya di lanjutkan dengan acara Haiking yang tak kalah serunya. Aku beruntung bisa ikut setelah Ayahda Pembina memastikan kondisiku baik – baik saja. Aku kembali menyusuri padang hijau dipinggir sungai dan menyebrang sungai melalui batu – batu, melewati sawah, masuk trowongan air, mandi di air terjun, melihat yang tebalnya kabut yang menyelimuti hutan dan menghirup udara bersih dan sehat. Hingga hujan turun, aku senang sekali dan sangat menikmatinya. Semua itu sangat – sangat aku rindukan saat ini. Betapa indahnya Desaku saat itu yang membuat aku merindukannya saat ini.
Hingga sore tiba, semua teman – teman sedang asyik main di sungai tiba – tiba Ayahda pembina atau Pak Guru berteriak “ makanya hati – hati, sekarang sudah berdarah gimana dong!” kami semua berhenti dan menoleh ke arah suara. Terlihat Teddy teman kami sedang memegang lututnya berdarah kena kayu yang tejam. Teddy hanya meringis dan takut menangis karena Pak Guru sangat marah. Kami pun pulang dan Pak Guru mengendong Teddy yang tak mampu berjalan lagi. Dalam hati aku teringat kejadian tadi pagi, apakah Pak Guru akan semarah ini jika dia menemukanku tergolek tak sadarkan diri seperti itu. Hihh serem…. Sejak saat itu aku tak mau kemana – mana tanpa sarapan dulu. Aku tidak mau jatuh kaya gitu lagi.
Malam harinya ada acara api unggun. Serunya aku ikut sebagai pembawa obor dasa darma. Seperti sudah menjadi takdir dari SD sampai SMA jadi pembawa obor selalu jadi pengucap dasa Darma yang ke sepuluh “ Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan” sampai mendarah daging karena saking hafalnya. Acara itu tambah seru dengan acara games di akhir acara hingga mendekati pukul 11 malam. Kami bersiap – siap untuk acara jerit malam. Acara yang paling ditunggu –tunggu oleh Kakak kelas 6 agar bisa mengerjai aku dan anak kelas 4. Tapi kalau aku gak bakalan bisa mereka menjailiku. Dari kecil aku memang tak suka nonton film hantu jadi jika soal hantu yang dibilang seram aku memang tak percaya. Aku hanya takut dengan Tuhan dan binatang buas malam – malam. Saat giliran aku berjalan aku marasa sedikit deg – degan karena aku belum pernah ikut acara beginian. Takutnya aku tidak bisa menyelesaikan ujian mental yang diberikan oleh senior kelas 6 nanti buku SKUku pulangnya kosong dong.
 Ternyata ujian senior aneh semua dan saat ini kadang aku suka tertawa bila ingat semua itu. Berjalan sendiri di tengah malam, lari dikejar anjing dan membuat keributan di sepanjang sungai hingga warga sekitar menyiram air. Ujiannya mulai dari  menyebutkan nama – nama pahlawan atau menyanyikan lagu nasional sampai di sekolah. Belum lagi mengumpulkan bekicot sebagai obat luka atau mencari obat sakit perut sebagai perintah yang ada dalam kata sandi yang di berikan pembina. Paling seru adalah melewati trowongan monyet buatan Ayahda Pembina sampai badanku gatal semua atau mengitari batu di tengah sungai dengan hitungan hingga aku tak sempat buka sepatu, yah kecebur deh semua. setelah berkotor – kotor penuh lumpur karena kejebur di sawah atau di selokan, kita mandi di sungai. Jadi yang tidak mandi malamnya pasti tidak bisa tidur karena gatal. Menggunakan baju dengan hitungan, berkumpul dengan hitungan, bangun pagi pun dengan hitungan. Sudah mirip tentara latihan aku jika mengadakan kemah. Tapi semuanya seru dan menantang. Tak pernah aku dapatkan pengalaman ini walaupun aku sudah masuk perguruan tinggi.
Persami sudah usai, kini tinggal dokter kecil. Dokter kecil tak banyak kegitan menarik selain gantian berjaga UKS. Awalnya aku merasa tak ada gunanya kegitan jaga UKS begini hanya buang – buang waktu kan lebih baik jika seandainya aku                   buku di perpustakaan. Ternyata aku salah. Usai olahraga sabtu itu. aku buru – buru ke kelas mengambil baju ganti. Usai ganti baju aku melihat wajah Pak Guru tampak khawatir dan menanyakan jika kita semua baik – baik saja dan tak ada yang sakit. Setelah aku lihat Very juga tampak sedih. Aku bertanya pada Very ada apa? Very hanya menoleh ke tempat duduk Bagus. Ada juga teman yang bertanya padaku “ Sih, kamu tidak mau pingsan lagi kan? Kemarin  kamu waktu pingsan gimana rasanya sakit? Lama ya?” aku bingung dengan pertanyaan Suas dihadapan Very yang lagi sedih itu. “ Apa apa sih? Kalian aneh bertanya hal itu saat ini?” sahutku sambil menjauh meninggalkan mereka.
Tak lama kemudian aku lihat bapaknya Darma berlari ke ruang UKS. Ada apa di UKS, hari ini yang jaga bukan aku sih. Kelompokku setiap hari Senin dan Kamis jaganya. Tak lama kemudian terdengar teriakan dari dalam ruang UKS. Ternyata Bagus sedang kesakitan. Entah dia sadar atau tidak. Yang pasti dia terus berteriak dengan mata terpejam. Bapak – ibu guru semua dengan wajah cemas tak tertahankan. Dia kenapa, aku mulai panik. Lebih panic lagi Lisa, dia tampak bingung tak tahu harus berbuat apa. Melihat dia ada di belakangku aku pun menghindar dan kembali ke kelas. Semua teman- teman tahu dia pacarnya Bagus dan aku hanyalah butiran debu yang tak penting saat itu. Tak ada yang tahu apa yang aku rasakan saat itu antara kesal sedih dan juga kasihan bercampur dengan cemas. Tiba – tiba Suryani  mendekat “ Sudahlah, mungkin bukan waktunya saat ini Ar.. “. Aku bingung kenapa dia bertanya begitu.
Akhirnya kami pun naik ke Kelas 6. Aku makin giat belajar agar bisa mempertahankan peringkatku. Aku pun akhirnya duduk di depan lagi. Aku tunggui tempat dudukku agar tak diambil oleh siapa pun. Aku tak mau kejadian setahun yang lalu terulang lagi. Aku duduk dengan Veny, anak yang berambut kemerahan itu sebenarnya menjadi teman sejatiku sejak kelas 1 SD. Tapi baru kali ini bisa sebangku. Dia selalu dengan Julia teman dan juga tetanggaku. Baik aku Veny dan juga Julia suka belajar bareng dan kami adalah sahabat akrab. Tapi diantara mereka tak ada yang tahu apa yang aku rasakan terhadap Bagus. Sudahlah mungkin aku hanyalah cinta dalam hati yang tak pernah terbalaskan.
Aku berusaha menutupi semua perasaanku terhadap Bagus. Tapi entah kenapa Suryani seperti bisa membaca pikiranku dia tahu semuanya. Sampai aku mau mengikuti idenya menulis surat untuknya. Gila, sumpah gila banget. Yah, seperti yang kuduga Bagus memang tak pernah suka padaku, dia mengatakan semuanya  lewat surat balasan. Ehm…! Surat – suratan jaman 45 banget yah! Tapi aku mau melakukan itu bukan tak beralasan. Bagus memang suka menjailiku dan entah apa tujuannya. Kadang dia memanggil namaku hingga aku menoleh dan dia hanya mengatakan gak apa – apa, menyebalkan. Saat itu Suryani duduk di deretan bangku belakang yang sejajar denganku dari depan dan disebelahnya duduklah Bagus seorang diri. Semua yang dilakukan Bagus tentu diketahui oleh Suryani. Mulai dari pura – pura pinjam catatan sampai dengan melemparku dengan kertas yang digulung kecil – kecil. Hingga aku menoleh tapi Bagus pura – pura tidak tahu. Selama berhari – hari aku selalu diganggu oleh gulungan kertas kecil. Sampai akhirnya dia kepergok akan melempar kertas kerahku tapi tidak jadi dan dia tertawa dengan santainya. Aku kesal dan aku tak menghiraukan dia lagi sampai dia bosan.
Suryani yang melihat kejadian itu langsung ribut dan sekelas mengira aku dan Bagus ada sesuatu. Mana mungkin, Bagus kan masih ada Lisa. Aku lebih getir lagi jika Sri Kamandakanya menemuiku dengan muka marah mencabik – cabikku. ih.. serem!. Benar saja seperti perkiraanku. Lisa menemuiku tak berucap apa – apa dia langsung mendorongku dan aku pun medorong tangannya hingga terjadilah adegan dorong – dorongan . Sekilas seperti orang sedang bercanda karena Lisa masih tertawa – tawa tapi dalam hati siapa tahu. Seminggu kemudian aku dengar Bagus putus dengan Lisa. Jangan bilang karena aku, ah GR banget.
Aku baru sadar jika guru SDku benar – benar kreatif saat memberi tugas, tidak hanya PR, latihan soal, worksheet atau kerja kelompok. Tapi tugas project seperti membuat kristik dan ingka dari lidi daun kelapa untuk pelajaran kesenian. Selain itu ada tugas membuat drama dari pelajaran bahasa Indonesia. Di tambah lagi tugas membuat termos kreatif untuk pelajaran IPA. Atau IPS dengan tugasnya menggambar peta Indonesia yang membuat nilaiku tak pernah bagus kalau urusan menggambar. Tugas membuat termos kreatif aku sekelompok dengan Bagus, Julia dan Novi. Kami berempat mengerjakannya di rumah Bagus di seberang sungai. Orang tua Bagus sangat baik dan ramah. Bagus adalah anak kesayangan apapun keinginannya di selalu di penuhi. Wah, enaknya punya tivi besar dan plastation untuk main games. Kalau aku seperti ini pasti aku tak perlu main rumah – rumahan dengan Julia hingga membuat pakaian kotor. Bagus sangat senang dikunjungi teman sekelasnya, jadi ada teman yang bisa diajak nonton film kartun terbarunya. Aku dan Julia hanya terbengong melihat semua itu.
Akhir – akhir ini pelajaran agak berat, karena sebentar lagi Ujian Nasonal dan aku tak mau terdapat kesalahan. Bagus sering sekali aku lihat pingsan sampi akhirnya dia tidak ikut kegiatan pelajaran Olahraga. Ternyata Bagus sakit, entah apa nama penyakitnya aku tidak mengerti. Dia sering mengalami tantrum seperti itu hingga SMP yang masih satu kelas denganku.
Perpisahan yang sangat mengharukan aku rasakan. Aku sangat berhutang besar dengan sekolahku yang selama 6 tahun aku tempati dan menjadi rumah keduaku dengan berbagai kenangan tak hanya fisik gedung yang hanya 10 ruangan itu, Padmasana sekolah tempat sembahyang, ruang UKS, lapangan upacara, lapangan bola dan kebun tanaman obat dan bunga. Tapi juga hati guru – guruku yang benar – benar penuh kasih sayang. Bagaimana aku bisa lupa ternyata seorang guruku sangat melindungiku selama di sekolah tanpa aku sadari. Aku baru tahu saat aku usai mengikuti lomba murid teladan yang diantar oleh wali kelasku yang necis dan keren itu Pak Ambara. Salah satu guru dengan tulisan paling rapi yang pernah ku ketahui. Entah ini ada hubungannya dengan Pak Ambara atau tidak yang jelas selama dia menjadi wali kelasku tak ada henti dia menyemangatiku. Padahal ada banyak anak pintar lainnya.
Ceritanya aku dengar dari ketua kelasku Suas. Atlet tenis meja ini ternyata pindah sekolah setelah naik kelas 6 dan dia baru mengatakan semuanya saat dia liburan sekolah dan berkunjung ke Sekolahku ini. Ternyata yang memindahkan tas  aku ke belakang waktu pertama kali masuk kelas 5 tahun lalu adalah perbuatannya. Dia minta maaf karena telah berbohong padaku saat itu. Tapi semua itu atas perintah Ibu Yeti. Ada satu hal yang tak bisa ku jelaskan di sini berkaitan dengan kejujuran di kelas kecilku dengan teman – teman kecilku yang lucu.
Memang selama ini dari kelas 2 sampai kelas 4 nllai aku tidak beda jauh dengan teman – teman yang dekat denganku duduk. Menurut Ibu Yeti jika aku tetap duduk disana dekat dengan temanku itu aku tak mau menyebut namanya, nilai aku atau temanku tak kan bisa meningkat. Mungkinkah? Makdsudnya apa ini ?Aku juga bingung aku merasa selama ini aku hanya belajar dan ulangan tanpa menyontek. Aku tak pernah melanggar satu nasehat ibuku untuk tidak menyontek saat ulangan dan nilaiku hasilnya sesuai dengan harapan aku. Tapi setelah aku pindah tempat duduk ke belakang dan aku jauh dari temanku itu, aku menjadi juara Umum bertahan di sekolahku. Suas pun menjawab semua itu karena taktik Bu Yeti. Sedikit aku tak percaya, tapi masuk akal. Jadi selama ini?aku terus bertanya dan tak percaya jika guruku seperhatian begitu terhadap muridnya. Aku mulai membayangkan jika aku jadi guru. Aku juga harus memperhatikan perkembangan setiap siswa sedetail itu. sampai mengurus tempat duduknya segala walaupun bukan walinya sekalipun. Alangkah beratnya, tapi itulah yang telah dilakukan guruku padaku.
Bagaimana aku tidak menangis mengenang semua kebiakkan dan kasih sayang  ibu – bapak guruku saat perpisahan kelas 6. Suatu perhargaan masih diberikan oleh guruku padaku walaupun nilai ujian nasionalku tidak bagus amat tapi nilai raportku selalu juara satu. Nem tertinggi diraih oleh Veny teman sebangkuku dan nilaiku tetap peringkat pertama.

By
Luh Putu Ariasih
Mahasiswa Pendidikan Matematika
Jakarta, 1 Aguastus 2012