Pengikut

Selasa, 06 Desember 2011

My God



            Persoalan agama adalah masalah yang bersifat personal, semua itu berdasarkan keyakinan setiap orang. Entah itu percaya kepada Tuhan atau tidak, dan yang percaya mereka memiliki cara tersendiri tentang kepercayaan terhadap Tuhan. Seperti yang tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 29, pemerintah Indonesia memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing. Salah satu agama yang diakui oleh negara adalah agama Hindu, agama yang mayoritas penganutnya ada di Pulau Bali.
Konsep ajaran agama merupakan wahyu dari Tuhan yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat dan seiring dengan perkembangan peradababan manusia akan membuat perbedaan tersendiri bagi penganutnya. Contohnya saja agama Hindu, nama yang tertulis rapi dalam KTP saya, sering kali orang bertanya kepada saya apakah anda benar – benar umat Hindu? Saya mengenal agama Hindu sejak saya baru lahir, orang tua mendidik dan membesarkan saya dalam tradisi Bali yang bernuansa Hindu. Banyak sekali upacara yang dilakukan orang tua saya dari saya masih dalam kandungan hingga sekarang. Begitu juga dengan makna – makna ajaran agama Hindu yang ditanamkan oleh guru agama saya yang masih saya yakini sampai sekarang.
Selama saya menjadi penganut agama Hindu saya sering melihat perbedaan cara membuat Banten ( sarana sembahyang) antara satu daerah dengan daerah lain di Bali. Perbedaan itu biasanya berdasarkan desa, kala, patra suatu daerah yang artinya perbedaan tempat, waktu dan adat istiadat yang mereka sepakati bersams. Hal ini berkaitan dengan  pendapat Clifford Geertz yang mengatakan bahwa agama sebagai sistem budaya dalam masyarakat. Kepercayaan atau wahyu yang diterima di belahan dunia lain disebarkan, berkembang dalam masyarakat di Indonesia. Kemudian kepercayaan itu berbaur dengan budaya setempat. Sehingga melahirkan budaya baru yang mengandung nilai – nilai agama. Seperti kebiasaan masyarakat desa Sesetan di Bali yang menggelar acara omed- omedan tiap kali hari raya Nyepi tiba, padahal didearah lain di Bali tidak ada. Hal ini cukup membuktikan bahwa agama adalah bagian dari budaya yang lahir dan berkembang di masyarakat. Hal inilah yang menimbulkan perbedaan itu.
Perbedaan itulah yang membuat saya yakin bahwa agama Hindu adalah agama yang sesuai dengan konsep Tuhan yang saya yakini, fleksibel dan tidak kaku tapi konsisten. Maksudya walaupun tiap daerah di Bali memiliki cara tersendiri dalam beryadnya tapi cara itu tetap berhubungan, tetap terpelihara dan berkembang hingga kini. Sesungguhnya makna dalam ajaran agama Hindu itu sama di setiap daerah di Bali. Hanya kadang cara mereka mengaplikasikannya berbeda sesuai dengan desa, kala, patra masing – masing daerah. Mungkin karena itulah agama Hindu di Bali masih tetap ajeg.
Selain itu, saya dapat mengenal dan meyakini Tuhan melalui manifestasi Tuhan, sifat – sifat Tuhan dan ajaran - Nya yang selalu memegang teguh Dharma atau kebenaran. Seperti  ajaran Tri Hita Karana adalah salah satu ajaran agama Hindu yang membuat saya tetap percaya dengan kemahakuasaan Tuhan. Ajaran itu selalu mengingatkan bahwa kita hidup tidak sendiri sehingga kita harus menjaga hubungan baik dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitar untuk mendapatakan kebahagian. Sang Hyang Widi memang tak dapat dilihat ataupun di sentuh namun bisa dirasakan. Dewa adalah manifestasi Tuhan dalam menjalankan tugasnya mengatur jagad raya ini, ada sembilan dewa yang menguasai sembilan penjuru mata angin yang dikenal dengan Dewa Nawa Sanga. Selain itu, agama Hindu mengenal ajaran karmapala yang selalu mendorong saya untuk selalu berbuat kebajikan kepada mahluk lain baik itu manusia, binatang ataupun tumbuhan. Baik dan buruk yang kita lakukan di dunia ini cepat atau lambat akan berbuah menjadi pahala yang baik atau buruk.
Sang Hyang Widi memang hanya bisa saya bayangkan dan rasakan, tapi saya percaya Tuhan itu ada. Saat saya mengalami kehancuran, kesedihan dan kesalahan pun hanya pada Tuhanlah saya bisa bercerita dan mendapatkan semangat kembali. Jika saya berdoa, saya sering mengucapkan permohonan kepada- Nya. Ada satu doa saya yang benar – benar terwujud sampai sekarang dan itu sangat berarti bagi saya, keluarga saya dan semua sahabat saya. Sang Hyang Widi juga membuat saya yakin bisa menjalani hidup sampai sekarang, mengajari saya arti hidup yang sebenarnya. Saya menyakini Tuhan itu ada karena Tuhan berperan besar dalam hidup saya dan selalu ada untuk saya. Walau saya sadari begitu banyak perbedaan yang ada diantara umat Hindu atau pun umat beragama lain yang sering membatasi saya dalam bergaul. Saya kira itu sah – sah saja tergantung mereka menafsirkan Tuhan seperti apa. Untuk itulah kita harus memiliki rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain demi ketentraman dan kedamaian hidup kita.
By Luh Putu Ariasih

Sabtu, 03 Desember 2011

Andai Jiwaku Tak Terbatas

Long distance Relationship.... what do you think about that?
This is really  really complicated? this is Happy.. I am Confused

Now.. I am more Confused again, because I can 't Find my husband candidate here, like the Lembayung Bali Song, " jika Jiwaku tak terbatas , bebas berandai memulang waktu "
benarkah budaya membuat aku tak bebas, benarkah budaya dan adat istiadat membuat aku berada di sangkar emas. membuat aku takut berandai.. membuat aku bermimpi. termasuk urusan jodoh... hmmm tak dapat dibayangkan kini aku merasakanya. budaya Bali yang sangat aku cintai yang ingin ku jaga sampai kapanpun dan tak akan aku biarkan hilang dari ingatanku, ingatan semua orang. tapi bagaimana dengan masa depanku, masa depan keturunan ku, akankah dia merasakan hal yang sama dengan ku rasakan. Become Baliness is difficult to find your soulmate. is true or not? karena seperti yang aku alami tida... k banyak populasi orang Bali hindu saat ini.. ah. tapi semua itu Tuhan Yang aatur... ah pasrah lagi. 

Jumat, 25 November 2011

Kritik

Apakah yang kamu pikirkan ketika seseorang mengkritikmu? jawablah dengan jujur dan bayangkan jika hal itu terjadi ditempat umum, didepan rival kamu atau didepan orang yang kamu sukai... jengkel, atau iklas?
Dikritik bukanlah hal yang mudah dijalani jika kita tidak terbiasa menghadapinya. Tapi bukan berarti jika kita tidak dikritik kita sudah baik, bisa saja teman kita menjaga perasaan kita atau tidak peduli dengan kita.  Binomial seperti yang dikatakan oleh dosen saya tadi siang. suatu kemungkinan yang hanya memiliki 2 kemungkinan di sebut dengan binomial. Ah.. kok nglantur, back to our jungle..
Bicara soal kritik, memang sangat bermanfaat dan sangat diperlukan. Tapi kadang kala, cara orang mengkritik orang tidak pada tempatnya itu yang sering membuat orang jengkel atau tersinggung, terima dikritik, bukan berarti harus kesel dibelakang. ah.. memang tidak enak dikritik tapi sesungguhnya itu bermanfaat. dari kritik itu kita dapat belajar dan menjadi lebih baik lagi ya gak?...

Selasa, 01 November 2011

Difference is the Strength

From the humanistic class yesterday I got a lot of knowledge about different culture customs between me and my friends in Indonesia. I often hear the phrase ‘if you want respectable, respect the other first’. Well, in respect to others we should look at public opinion about the person. In Indonesian culture there are those who argue if the Batak people are like sound loudly if they talking with the other. Or Java people were meek and so on. It was the custom and culture of Indonesia that we should respect and keep together. Thus splits or disputes among Indonesia people because of the differences can be avoided.
Like SSE students who come from various regions of Indonesia. And I come from Bali, which is the minorities felt the difference between me with my friends in terms of religious, cultural habits. Every time my friends know I is a Balinese immediately asked where my home in Bali and my friends want I show Balinese dance and other unique of Bali. But I also did interaction with my friends who from other regions in Indonesia. I become to know and understand their cultures. Although sometimes different opinions but in the end I was able to learn mutual respect ad tolerance for diversity that exists. For that, as we know Indonesian people who came from different cultures, certainly has a uniqueness that is very beautiful and very diverse habits. But, all that’s what makes our nation to remain united. Pride in the difference would be extraordinary power to maintain the integrity of the nation.
Indonesia is already familiar with diversity and difference if any person or group who want to divide the Indonesian nation would not be difficult to ignore that. The Indonesian people who familiar with problems because of the different would be more experience in order to avoid a schism. But sometimes the customs and the culture which is owned by the Indonesian people among the Indonesian people themselves. Like the stereotype if the husband should be work and the wife has a good household that has started to be abandoned. Some family was happy where as the wife was working and husband sometimes help the wife work in kitchen. It was not like that anymore. Maybe this is a show if that culture will continue to involve with the development of human’s own. However, some teasing disturbs the peace of the family. But for me a happy family that would be realized if every pair of mutual trust support and remind each other. So that, as one family should be understand about what can we do for ignore that teasing. It was not this time anymore wife was weak and full responsibility for the household. For that there is no harm if the wife also works, but continued to perform duties as a good wife to husband.
Discrimination arises from an allegation that has ever happened in the community that grew into stereotype and then becomes discrimination. For example when someone who finds Balinese people like eat chili so much.  After the while some groups will assume that the Balinese people were rather spicy, though not everyone from Bali likes to eat spicy. So every time I eat in restaurant always provided when ordering spicy food. This is happened to myself every time I order food that is not spicy, they or my friends has doubts I am from Bali. And that is makes my friends aware if that assume just stereotype for Balinese people. 

Selasa, 04 Oktober 2011

Asih is Lovely






My name is Luh Putu Ariasih. Actually, my name has a long history. When I was born I was given the name “Putu” which means the first grandchild. Both parents and grandparents I like that name. I was the first child and first grandchild for them. As a tradition every newborn baby, large families would hold a “Penyambutan” ceremony held After 42 day’s old baby. In the ceremony of the inauguration ceremony held of the name. My parents wanted me to have name that fit her. So my grandmother went to the smart people who we trust to ask who I was. Smart people said I was coming from the Aryan descent who is still our ancestors as well. So the smart people that I was given the name Luh Ariasih. The suffix-hell that comes from the word Mercy means compassion; this might be my grandmother's prayer from me to be a loving child to anyone. Luh in Balinese language means that the first daughter. After discussion with my parents, my name becomes Luh Putu Ariasih which means first granddaughter full of affection.
I am very grateful to both parents and my grandparents on behalf of which was given to me. According to my knowledge my name means love, affection of my parents, grandparents and my family. In addition, this also caused by the customs and traditions of Bali. Bali is every person has a first name like; Luh, Putu, Made, Nyoman, Ketut and so on it.  Now, even I have to bear the name. For me this is the name that always shows who I really am. That's what I'm proud to give depth to be myself with my own name, and the mandate of my beloved family. Sometimes it was heavy, because wherever I go, my name has been showed my identity.
When talking about compassion, maybe the name I have yet to prove who I am. I really liked my name but I have not been able to prove or make prayer my grandmother to be a grandson and a loving child. But I would not base with that name I will continue to struggle to learn to be a loving child to be proud of the family. I certainly will not give up before trying, let alone replace my name with a name that is not from my parents. For me, the name is a mandate that ought to be accounted for. Do not even get people who mandated that disappointed or sad. For that, from elementary school I am learning to dance, Balinese language, learn to make “Banten” or offerings, people familiar with the customs and toxicity Bali, in particular Balinese girl is sweet and gentle. Not because I have a desire to schools outside of Bali. But because I am love my own culture. Traditions and habits that are difficult I found in Jakarta today. It is not easy the first time to learn. I never despair, while dance I learned so difficult and tiring. But I enjoy the uniqueness of that moment.

Selasa, 27 September 2011

Differences is Beautiful

Manusia diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Itulah yang membuat kita memiliki perbedaan, dan setiap perbedaan memiliki keunikan masing – masing. Bukan berarti perbedaan diantara kita itu tidak indah, bahkan dari perbedaan itu kita bisa berbagi kelebihan dan mengisi kekurangan kita. Seperti mahasiswa Sampoerna School of Education (SSE) yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kami berinteraksi seperti biasa satu sama lain dengan tetap memegang teguh kebiasaan masing – masing dan menghormati kebiasaan orang lain.
Mahasiswa yang berasal dari berbagai suku itu ada dari Sunda, Jawa, Bali, Batak, Pelembang hingga Kalimantan semua bersatu di SSE. Kita belajar untuk bisa menjadi guru professional yang berbeda dengan guru yang biasa kita kenal. Kita tidak hanya memilki perbedaan daerah asal tapi juga perbedaan agama dan kepercayaan. Itu bukan masalah besar buat kami, justru kehidupan beragama yang cukup akrab. Hal itu terlihat ketika acara halal bihalal yang setiap tahun dilakukan di kampus, semua mahasiswa mengikuti acara tersebut tanpa terkecuali umat Kristen, Katolik dan Hindu. Begitu sebaliknya bila Natal dan Nyepi tiba mahasiswa saling menghargai kebiasaan satu sama lain. Kita bisa melihat miniatur Indonesia di SSE, ada berbagai keunikan dari daerah masing – masing yang bisa menambah pengetahuan kita tentang daerah lain di Indonesia. Tak banyak di kampus lain di Indonesia, mahasiswa bisa menemukan keragaman dalam kebersamaan seperti di SSE.
Perbedaan itu pun berlangsung tidak hanya saat hari raya agama saja.  Setiap hari, saat keadaan  asyik mengerjakan tugas tiba waktu sholat, umat yang lain pun memepersilakan dan menunggu teman untuk sholat, setelah itu baru melanjutkan kegiatan kembali. Perbedaan yang begitu indah. Keselarasan dan keseimbangan antara hubungan kita dengan Tuhan dan sesama adalah kebahagian yang tak ternilai harganya. Bila keharmonisan dengan Tuhan dan Sesama telah tepelihara dengan baik maka keharmonisan dengan alam pun bisa kita wujudkan dengan baik pula. Hal ini sesuai dengan konsep Tri Hita Karana dalam ajaran agama Hindu yang selalu membina hubungan baik dengan Tuhan, Sesama dan Lingkungan.
Perbedaan yang indah ini makin saya sadari pada saat mata kuliah Humanistic Study beberapa hari yang lalu. Saat saya ditanya tentang identitas diri dan bagaimana identitas membawa kita pada sebuah perbedaan dengan orang lain. Saya menyadari ternyata setiap orang memiliki ciri khas dan keunikan masing – masing. Harapan terbesar yang ingin saya dapatkan dalam mata kuliah ini adalah saya bisa memahami identitas diri sendiri dan juga orang lain, kemudian menghargai setiap perbedaan kebiasaan yang ada sebagai tambahan pengetahuan dalaam memahami orang lain khususnya sebagai bekal nanti dalam mengajar. Tentu saat mengajar nanti kita akan bertemu dengan siswa dari berbagai latar belakang yang berbeda juga. 
By : Luh Putu Ariasih

Jumat, 23 September 2011

Cokelat di hari Valentine

Anugerah Tuhan yang mungkin tak bisa kita bayangkan begitu berharga adalah suatu keberuntungan. Kenapa? Banyak orang beruntung di dunia ini, misalnya orang miskin yang tiba - tiba menang lotre, atau seseorang yang dipertemukan dengan jodohnya disuatu peristiwa kebetulan. Bisa juga seorang anak yang mendapat hadiah dari orang tuanya. Keberuntungan bisa membawa kebahagian pada seseorang, atau bahkan sebaliknya. Misalnya karena dia anak dari seseorang yang beruntung jadi hidupnya bahagia. 


Bicara soal keberuntungan, saya punya pengalaman yang tak dapat diduga waktu SMA, saya anak kurang mampu yang sebelumnya belum jelas bisa melanjutkan SMA atau tidak. Saat saya diterima di SMA favorit di daerah saya, saya langsung didekatkan oleh teman - teman hebat yang selalu membantu saya. Salah satunya teman sekosan, yang mengizinkan saya tinggal dirumahnya selama sekolah. Sampai dengan urusan keuangan pun kadang saya sering pinjam ke dia. Selain itu kita juga sering jalan bareng, shoping bareng padahal tak punya uang. luluran bareng, belajar pun kadang. Pokoknya have Fun deh. Sampai dengan urusan pacaran pun hanya kita berdua yang tahu. Seperti apapun  orang tua tak mengizinkan kita pacaran, kita just the way you are. Bahkan hubungan temen saya dengan pacar Backstreetnya dulu masih langgeng. Tak pernah terbayangkan saya bisa berteman dengan dia, karena dulu kita beda jauh. Dia anak seorang insinyur pertanian berhasil dan saya hanya anak petani kecil yang tiap hari harus membantu orang tua di sawah. Kurang waktu bermain, belajar hanya seperlunya apalagi jalan - jalan. Sehingga Begitu SMA saya langsung pilih kos, bukan untuk menghindari tugas dari orang tua tapi biar focus belajar, saat itu juga bisa menikmati indahnya menjadi anak remaja. Terlepas dari pekerjaan rumah dan bisa bermain ke Pantai yang jaraknya hanya beberapa meter dari kosan. tentunya bersama sahabat saya itu. Keberuntungan itu pun saya nikmati. Tapi saya juga tetap rajin belajar. saking rajinnya saya ikut beberapa kelompok belajar di sekolah. hingga tiap hari saya pulang jam 4 sore. Padahal temen - temen yang lain pulang jam 2. Tapi saya selalu semangat, mengerjakan dan melakukan apa yang sudah menjadi tanggung jawab saya. Saya sudah merasa cukup beruntung bisa sekolah lagi. Walaupun saya belum tahu akan melanjutkan ke mana, eits maksud saya belum tahu melanjutkan atau tidak. 

Bila Valentine tiba, kita selalu dapat cokelat ada atau pun tak ada pacar. Saat Valentine pertama kita merayakan bersama satu kosan kepantai, temanku dapet cokelat kita makan bersama. Valentine kedua kita sama - sama tak ada pacar. Ehhh.. tak disangka ada cwok darimana datenganya nembak saya dengan cokelatnya, jiah takdir makan cokelat adalah keberuntungan. Sampai akhirnya Valentine ketiga, persiapan UN dalam suasana tegang menghadapi UN yang makin sulit. Tak disangka ada kiriman cokelat satu kotak dari sahabat kecilku di Palu. Satu minggu cokelat itu tak habis saking banyaknya. 
Tapi kini entah, karena jarak dan kala kita jarang bertemu. Dia melanjutkan Studi kebidanannya di Denpasar dan setelah bekerja satu tahun di Denpasar saya pun memilih melanjutkan lagi di Jakarta. Tapi keberuntungan selama tiga tahun itu buat saya adalah moment yang tak bisa saya hapus dalam jejak hidup saya. mungkin tanpa keberuntungan itu saya pun tak akan mampu menulis di sini.


Untuk itu, Tak lupa saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan, dengan segala kesempurnaanya dalam mengatur hidup ciptaannya.