Pengikut

Senin, 22 Juli 2013

Pancasila Identitas Bangsa dalam Pengaruh Globalisasi



 Keragaman suku, budaya, agama dan adat istiadat yang ada di Indonesia merupakan hal yang membuatnya unik dan berbeda dengan bangsa lain di dunia. Keistimewaan dan keunikan tersebut merupakan identitas bangsa Indonesia yang membuatnya berbeda dengan bangsa lain di dunia. Dalam bahasa Inggris identitas berasal dari kata identity yang artinya ciri, tanda atau jati diri. Sedangkan nasional adalah ciri yang melekat pada suatu kelompok yang diikat oleh persamaan fisik seperti bahasa, budaya, dan agama. Menurut Wibisono (2005) dalam Herdiawanto & Hamdayama, (2010) identitas nasional adalah manifestasi nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan suatu bangsa dengan ciri khas yang membuatnya berbeda dengan bangsa lain. Untuk Indonesia sendiri identitas nasional adalah bentuk nilai budaya yang berkembang di Indonesia dari berbagai daerah yang menjadi suatu kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Bangsa Indonesia yang majemuk merupakan gabungan unsur pembentuk identitas. Sejarah, agama, bahasa, suku bangsa, kebudayaan merupakan unsur pembentuk identitas (Srijanti dkk , 2009). Sedangkan menurut Herdiawanto & Hamdayama, (2010), keragaman kebudayaan dan negara kepulauan merupakan unsur identitas ilmiah yang menunjukkan betapa kompleknya Indonesia dengan Pancasila sebagai unsur identitas fundamental yang merupakan falsafah, dasar dan ideologi bangsa Indonesia. Kelima sila pancasila yang saling berkaitan membentuk suatu gambaran seperti apa kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sila pertama yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah negeri yang religious, menghormati dan percaya dengan adanya satu Tuhan. Hal ini mendasari sila kedua yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menghormati arti kemanusian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian terbentuknya persatuan yang kokoh diantara perbedaan dan keragaman budaya yang tercermin pada sila ketiga. Untuk membangun masyarakat yang sejahtera diperlukan pemerintahan yang bijaksana dan mengedepankan musyawarah mufakat yang diharapkan terwujud pada sila ke empat. Sedangkan sila kelima, kesejateraan yang adil dan merata bagi bagi seluruh rakyat Indonesia. Semuanya  mengandung cita – cita nasional bangsa Indonesia yang tercermin pada alinea ke 4 Pembukaan UUD 19945 yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia itu cinta damai, toleran dan selalu menjunjung tinggi nilai gotong royong dan musyawarah mufakat.
Pancasila, ideologi dan identitas bangsa Indonesia yang ada saat ini telah disusun oleh pendiri bangsa Indonesia berdasarkan berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan keutuhan bangsa Indonesia yang beragam. Oleh karena itu hendaknya sebagai generasi penerus bangsa, masyarakat Indonesia bisa menghargai perjuangan tersebut dengan mengamalkan nilai – nilai pancasila dalam kehidupan sehari – hari. Dua peristiwa besar yaitu G30S/PKI dan runtuhnya Orde Baru yang terjadi beberapa tahun yang lalu merupakan ujian terbesar yang meragukan kekuatan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Namun semua itu membuat bangsa Indonesia sadar jika tidak ada yang bisa menggantikan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang selanjutnya menjadi bagian dari identitas bangsa.
Terlepas dari peristiwa tahun 1965 dan 1998 tersebut, arus globalisasi yang masuk ke Indonesia juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Dampaknya dapat kita lihat dari kasus kekerasan atas nama agama atau etnis tertentu yang sering terjadi belakangan ini. Seperti konflik antar etnis yang terjadi di Lampung antara etnis Bali dan etnis setempat. Kerusuhan yang hanya mengarah pada kepentingan satu kelompok atau satu etnis saja, hingga memakan korban jiwa dan harta benda. Padahal yang kita tahu Indonesia itu beragam dan cinta damai. Kenapa masalah yang sepertinya kecil harus diselesaikan dengan jalan membuat kerusuhan demi kepentingan satu kelompok tertentu atau individu. Ini adalah contoh masyarakat Indonesia yang sudah mulai terpengaruh budaya barat yang lebih mementingkan kepentingan individu satu golongan tanpa melihat konsekuensi yang timbul di masyarakat yang menyangkut kehidupan bersama. Budaya yang dimiliki oleh setiap daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab etnis tertentu saja tapi milik bangsa Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan.
Bukan hanya itu, kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah adalah contoh nyata hilangnya panutan atau teladan pemimpin bagi bangsa Indonesia. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat Negara merupakan pelanggaran nilai identitas bangsa yang tidak bisa ditelorir karena tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai – nilai Pancasila yang selalu mengedepankan kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan individu atau golongan. Rakyat Indonesia yang sudah lelah dengan berita Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) tentu merindukan pemimpin bangsa yang mampu menjalankan pemerintahan berasaskan  Pancasila yang menjadi identitas bangsa Indonesia.
Hal ini menunjukkan mulai lunturnya nilai – nilai Pancasila saat ini yang disebabkan oleh pengaruh perkembangan teknologi dan arus globalisasi. Tampak perubahan prilaku sebagian masyarakat yang mulai menyimpang dari nilai Pancasila. Paham individualist dan materialistis yang mementingkan kepentingan pribadi dan mengukur semuanya berdasarkan materi merupakan salah satu dampak negatif dari globalisasi yang bertentangan dengan budaya nasional (Herdiawanto & Hamdayama, 2010). Nilai budaya Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan orang banyak, gotong royong dan musyawarah semakin terkikis dengan munculnya pengaruh paham tersebut. Hal ini juga dituliskan oleh Firmansyah (2011) yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesial lebih suka menghadapi budaya luar dalam hal ini budaya barat daripada melestarikan budaya nasional.
Menurut Andre A. Ujan dkk (2009) globalisasi merupakan proses saling ketergantungan atau saling keterhubungan antar negara atau benoa yang membuat dunia seolah – olah sangat dekat dan sempit.  Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi memberikan kesempatan kepada budaya luar (budaya bangsa lain yang berbeda dengan bangsa Indonesia) masuk dan berbaur dengan bangsa Indonesia. Masyarakat pun mendapat kesempatan untuk mengenal dan bahkan mengikuti kebiasaan luar. Budaya baru dan berbeda tersebut akan mempengaruhi perkembangan kehidupan rakyat Indonesia sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi budaya nasional. Semakin banyaknya budaya atau kebiasaan baru yang muncul menyebabkan semakin banyaknya pilihan di kalangan masyarakat sehingga budaya nasional semakin terlupakan dan ditinggalkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Semua berawal dari kurangnya kesadaran  rakyat Indonesia sendiri yang seharusnya merasa bangga memiliki budaya tersebut. Sibuk dengan masalah dalam negeri yang cukup komplek sehingga tidak salah tari Pendet dan Batik diakui oleh negara tetangga. Seharusnya bangsa Indonesia bisa membaca peluang dan manfaat dari globalisasi tersebut. Selain belajar tentang budaya luar, hendaknya bangsa Indonesia bisa memperkenalkan budaya yang ada ke pihak luar. Masyarakat pun harus cerdas dalam menerima budaya yang didapatkan dari pihak luar dan selektif dalam memilih dan mengikuti budaya yang diterima.
Menurut Herdiawanto & Hamdayama,(2010) untuk mempertahankan identitas nasional perlu diadakan pemberdayaan identitas nasional itu sendiri. Pembinaan atau pengembangan nilai –nilai pancasila harus ditanamkan dan diamalkan dalam setiap sendi kehidupan rakyat Indonesia atau yang dikenal dengan revitalisasi Pancasila. Revitalisasi yang dilakukan harus mengenalkan dan memberdayakan pancasila sebagai manifestasi identitas nasional yang sesuai dengan isi Pembukaan UUD 1945 yang dieksplorasi bersifat realitas, idealis, dan fleksibilitas. Realitas berarti sesuai nilai dan kondisi yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Idealis berarti apa yang direncanakan harus melihat prospek ke depan yang lebih baik dan dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia. Fleksibilitas menunjukkan bahwa pancasila bukanlah sesuatu yang tertutup atau barang jadi tapi sesuatu terus berkembang sesuai dengan kebutuhan tanpa menghilangkan nilai hakikinya. Pancasila tetap merupakan hal yang actual, relevan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan bangsa Indonesia.
Pendidikan merupakan salah satu revitalisasi Pancasila yang paling tepat dikembangkan salah satunya dengan penerapan pendidikan berkarakter. Menurut Firmansyah (2011) penerapan pendidikan berkarakter dan budi pekerti merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengajak  generasi penerus bangsa sejak dini mengenal dan menjaga budaya nasional. Budi pekerti yang baik diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku dan agama yang berbeda. Oleh karena itu sebagai calon guru yang akan mengajar siswa nantinya diharapkan paham dan dapat mengimplemantasikan pendidikan karakter kepada siswa. Tidak hanya mengajarkan materi saja tapi juga moral dan budi pekerti yang baik.
Daftar Pustaka
Firmansyah, A. (2011). Nilai pancasila dalam keanekaragaman budaya Indonesia untuk memenuhi tugas akhir. Diunduh pada tanggal 11 April 2013 dari website: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CDAQFjAA&url=http%3A%2F%2Fresearch.amikom.ac.id%2Findex.php%2FSSI%2Farticle%2Fdownload%2F6564%2F3944&ei=Oyd5UYqhDIfKrAfDgIGwBA&usg=AFQjCNFQD1hAK_BxbO0FlsPoS3YUiyxA4w&sig2=h1eqxl9nB9Av_HBYgQuBow&bvm=bv.45645796,d.bmk
Herdiawanto, H. & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, kristis, dan aktif berwarganegara:pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi hlm. 31-42. Erlangga:Jakarta,
Srijanti, dkk (2009). Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi mengembangkan etika berwarganegara, edisi 3. Salemba Empat:Jakarta
Ujan, A. A. dkk (2009). Multiculturalisme:belajar hidup bersama dalam perbedaan, hlm. 7. PT Indeks: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar