Keragaman
suku, budaya, agama dan adat istiadat yang ada di Indonesia merupakan hal yang
membuatnya unik dan berbeda dengan bangsa lain di dunia. Keistimewaan dan
keunikan tersebut merupakan identitas bangsa Indonesia yang membuatnya berbeda
dengan bangsa lain di dunia. Dalam bahasa Inggris identitas berasal dari kata identity yang artinya ciri, tanda atau
jati diri. Sedangkan nasional adalah ciri yang melekat pada suatu kelompok yang
diikat oleh persamaan fisik seperti bahasa, budaya, dan agama. Menurut Wibisono
(2005) dalam Herdiawanto & Hamdayama, (2010) identitas nasional adalah
manifestasi nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan suatu
bangsa dengan ciri khas yang membuatnya berbeda dengan bangsa lain. Untuk
Indonesia sendiri identitas nasional adalah bentuk nilai budaya yang berkembang
di Indonesia dari berbagai daerah yang menjadi suatu kebudayaan nasional dengan
acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Bangsa Indonesia yang majemuk merupakan gabungan
unsur pembentuk identitas. Sejarah, agama, bahasa, suku bangsa, kebudayaan
merupakan unsur pembentuk identitas (Srijanti dkk , 2009). Sedangkan menurut Herdiawanto
& Hamdayama, (2010), keragaman kebudayaan dan negara kepulauan merupakan
unsur identitas ilmiah yang menunjukkan betapa kompleknya Indonesia dengan
Pancasila sebagai unsur identitas fundamental yang merupakan falsafah, dasar dan
ideologi bangsa Indonesia. Kelima sila pancasila yang saling berkaitan membentuk
suatu gambaran seperti apa kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sila
pertama yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah negeri yang religious, menghormati
dan percaya dengan adanya satu Tuhan. Hal ini mendasari sila kedua yang
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menghormati arti kemanusian dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kemudian terbentuknya persatuan yang kokoh diantara
perbedaan dan keragaman budaya yang tercermin pada sila ketiga. Untuk membangun
masyarakat yang sejahtera diperlukan pemerintahan yang bijaksana dan
mengedepankan musyawarah mufakat yang diharapkan terwujud pada sila ke empat.
Sedangkan sila kelima, kesejateraan yang adil dan merata bagi bagi seluruh
rakyat Indonesia. Semuanya mengandung
cita – cita nasional bangsa Indonesia yang tercermin pada alinea ke 4 Pembukaan
UUD 19945 yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia itu cinta damai, toleran dan
selalu menjunjung tinggi nilai gotong royong dan musyawarah mufakat.
Pancasila, ideologi dan identitas bangsa Indonesia
yang ada saat ini telah disusun oleh pendiri bangsa Indonesia berdasarkan
berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan keutuhan bangsa Indonesia yang
beragam. Oleh karena itu hendaknya sebagai generasi penerus bangsa, masyarakat
Indonesia bisa menghargai perjuangan tersebut dengan mengamalkan nilai – nilai
pancasila dalam kehidupan sehari – hari. Dua peristiwa besar yaitu G30S/PKI dan
runtuhnya Orde Baru yang terjadi beberapa tahun yang lalu merupakan ujian
terbesar yang meragukan kekuatan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Namun
semua itu membuat bangsa Indonesia sadar jika tidak ada yang bisa menggantikan
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang selanjutnya menjadi bagian
dari identitas bangsa.
Terlepas dari peristiwa tahun 1965 dan 1998
tersebut, arus globalisasi yang masuk ke Indonesia juga mempengaruhi kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini. Dampaknya dapat kita lihat dari kasus kekerasan
atas nama agama atau etnis tertentu yang sering terjadi belakangan ini. Seperti
konflik antar etnis yang terjadi di Lampung antara etnis Bali dan etnis
setempat. Kerusuhan yang hanya mengarah pada kepentingan satu kelompok atau
satu etnis saja, hingga memakan korban jiwa dan harta benda. Padahal yang kita
tahu Indonesia itu beragam dan cinta damai. Kenapa masalah yang sepertinya
kecil harus diselesaikan dengan jalan membuat kerusuhan demi kepentingan satu
kelompok tertentu atau individu. Ini adalah contoh masyarakat Indonesia yang
sudah mulai terpengaruh budaya barat yang lebih mementingkan kepentingan
individu satu golongan tanpa melihat konsekuensi yang timbul di masyarakat yang
menyangkut kehidupan bersama. Budaya yang dimiliki oleh setiap daerah bukan
hanya menjadi tanggung jawab etnis tertentu saja tapi milik bangsa Indonesia
yang patut dijaga dan dilestarikan.
Bukan hanya itu, kasus korupsi yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah adalah contoh nyata hilangnya panutan atau teladan pemimpin
bagi bangsa Indonesia. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat Negara
merupakan pelanggaran nilai identitas bangsa yang tidak bisa ditelorir karena
tindakan tersebut tidak sesuai dengan nilai – nilai Pancasila yang selalu
mengedepankan kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan individu atau
golongan. Rakyat Indonesia yang sudah lelah dengan berita Korupsi Kolusi dan
Nepotisme (KKN) tentu merindukan pemimpin bangsa yang mampu menjalankan
pemerintahan berasaskan Pancasila yang
menjadi identitas bangsa Indonesia.
Hal ini menunjukkan mulai lunturnya nilai – nilai Pancasila
saat ini yang disebabkan oleh pengaruh perkembangan teknologi dan arus
globalisasi. Tampak perubahan prilaku sebagian masyarakat yang mulai menyimpang
dari nilai Pancasila. Paham individualist dan materialistis yang mementingkan
kepentingan pribadi dan mengukur semuanya berdasarkan materi merupakan salah
satu dampak negatif dari globalisasi yang bertentangan dengan budaya nasional
(Herdiawanto & Hamdayama, 2010). Nilai budaya Indonesia yang lebih
mementingkan kepentingan orang banyak, gotong royong dan musyawarah semakin
terkikis dengan munculnya pengaruh paham tersebut. Hal ini juga dituliskan oleh
Firmansyah (2011) yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesial lebih suka
menghadapi budaya luar dalam hal ini budaya barat daripada melestarikan budaya
nasional.
Menurut Andre A. Ujan dkk (2009) globalisasi
merupakan proses saling ketergantungan atau saling keterhubungan antar negara
atau benoa yang membuat dunia seolah – olah sangat dekat dan sempit. Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi memberikan
kesempatan kepada budaya luar (budaya bangsa lain yang berbeda dengan bangsa
Indonesia) masuk dan berbaur dengan bangsa Indonesia. Masyarakat pun mendapat
kesempatan untuk mengenal dan bahkan mengikuti kebiasaan luar. Budaya baru dan
berbeda tersebut akan mempengaruhi perkembangan kehidupan rakyat Indonesia
sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi budaya nasional. Semakin
banyaknya budaya atau kebiasaan baru yang muncul menyebabkan semakin banyaknya
pilihan di kalangan masyarakat sehingga budaya nasional semakin terlupakan dan
ditinggalkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Semua berawal dari kurangnya kesadaran rakyat Indonesia sendiri yang seharusnya
merasa bangga memiliki budaya tersebut. Sibuk dengan masalah dalam negeri yang
cukup komplek sehingga tidak salah tari Pendet dan Batik diakui oleh negara
tetangga. Seharusnya bangsa Indonesia bisa membaca peluang dan manfaat dari
globalisasi tersebut. Selain belajar tentang budaya luar, hendaknya bangsa
Indonesia bisa memperkenalkan budaya yang ada ke pihak luar. Masyarakat pun
harus cerdas dalam menerima budaya yang didapatkan dari pihak luar dan selektif
dalam memilih dan mengikuti budaya yang diterima.
Menurut Herdiawanto & Hamdayama,(2010) untuk
mempertahankan identitas nasional perlu diadakan pemberdayaan identitas
nasional itu sendiri. Pembinaan atau pengembangan nilai –nilai pancasila harus
ditanamkan dan diamalkan dalam setiap sendi kehidupan rakyat Indonesia atau yang
dikenal dengan revitalisasi Pancasila. Revitalisasi yang dilakukan harus
mengenalkan dan memberdayakan pancasila sebagai manifestasi identitas nasional
yang sesuai dengan isi Pembukaan UUD 1945 yang dieksplorasi bersifat realitas,
idealis, dan fleksibilitas. Realitas berarti sesuai nilai dan kondisi yang
tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Idealis berarti apa yang direncanakan harus
melihat prospek ke depan yang lebih baik dan dapat dilakukan oleh bangsa
Indonesia. Fleksibilitas menunjukkan bahwa pancasila bukanlah sesuatu yang
tertutup atau barang jadi tapi sesuatu terus berkembang sesuai dengan kebutuhan
tanpa menghilangkan nilai hakikinya. Pancasila tetap merupakan hal yang actual,
relevan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan bangsa Indonesia.
Pendidikan merupakan salah satu revitalisasi
Pancasila yang paling tepat dikembangkan salah satunya dengan penerapan
pendidikan berkarakter. Menurut Firmansyah (2011) penerapan pendidikan berkarakter
dan budi pekerti merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk
mengajak generasi penerus bangsa sejak
dini mengenal dan menjaga budaya nasional. Budi pekerti yang baik diharapkan
mampu mencegah timbulnya konflik antar suku dan agama yang berbeda. Oleh karena
itu sebagai calon guru yang akan mengajar siswa nantinya diharapkan paham dan
dapat mengimplemantasikan pendidikan karakter kepada siswa. Tidak hanya
mengajarkan materi saja tapi juga moral dan budi pekerti yang baik.
Daftar Pustaka
Firmansyah, A. (2011). Nilai
pancasila dalam keanekaragaman budaya Indonesia untuk memenuhi tugas akhir. Diunduh pada tanggal
11 April 2013 dari website: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CDAQFjAA&url=http%3A%2F%2Fresearch.amikom.ac.id%2Findex.php%2FSSI%2Farticle%2Fdownload%2F6564%2F3944&ei=Oyd5UYqhDIfKrAfDgIGwBA&usg=AFQjCNFQD1hAK_BxbO0FlsPoS3YUiyxA4w&sig2=h1eqxl9nB9Av_HBYgQuBow&bvm=bv.45645796,d.bmk
Herdiawanto, H. & Hamdayama, J.
(2010). Cerdas, kristis, dan aktif
berwarganegara:pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi hlm. 31-42. Erlangga:Jakarta,
Srijanti, dkk (2009). Pendidikan kewarganegaraan di perguruan
tinggi mengembangkan etika berwarganegara, edisi 3. Salemba Empat:Jakarta
Ujan, A. A. dkk (2009). Multiculturalisme:belajar hidup bersama
dalam perbedaan, hlm. 7. PT Indeks: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar