Seperti yang kita ketahui Pancasila merupakan ideologi
bangsa Indonesia yang dibentuk oleh para pendiri bangsa Indonesia pada tahun
1945. Lahirnya Pancasila pada tahun 1945 tidak terlepas dari perdebatan dan
perbedaan pendapat dari para pendiri bangsa Indonesia. Hal itu terjadi karena
para pendiri bangsa Indonesia menginginkan ideologi bangsa yang benar – benar
sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Salah satunya mempertimbangkan keberagaman
dan kemajemukan budaya dari setiap daerah yang dimiliki bangsa Indonesia.
Seperti pada sila pertama Pancasila yang awalnya “Ketuhanan yang maha esa dan
kewajiban menjalankan syarikat islam bagi pemeluk - pemeluknya”. Namun hal ini
menjadi perdebatan karena hal ini akan mematikan perkembangan agama lain selain
Islam yang juga bagian dari bangsa Indonesia.
Kemudian pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 terdapat
usulan menghilangkan kalimat “kewajiban menjalankan syarikat islam bagi pemeluk
– pemeluknya” sehingga sila pertama menjadi “Ketuhanan yang maha esa”. Hal ini dilakukan sebagai pertimbangan kemajemukan
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai agama. Agama Islam memang mayoritas
di Indonesia saat itu, tapi di Indonesia juga ada agama selain Islam yang juga
merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Begitu banyak yang dipertimbangkan dan
diperhatikan saat itu hingga terlahir Pancasila yang menjadi dasar, falsafah
dan identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu penting bagi rakyat Indonesia
menghargai dan menjalankan nilai – nilai Pancasila.
Selain itu setiap sila Pancasila yang telah disusun
sedemikian rupa oleh pendiri bangsa memiliki makna tersendiri yang menjiwa
kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Setiap sila yang tersusun
juga saling berkaitan dengan sila yang lainnya. Misalnya sila pertama Pancasila
yang juga berhubungan dengan sila kemanusian yang beradab dan sila persatuan
Indonesia. Indonesia yang beragam harus dapat bersatu dan selalu mempertikan
nilai – nilai kemanusian dan ajaran agama yang anut oleh masing – masing penduduk.
Demikian juga sila keempat, untuk dapat menciptakan pemerintahan demokratis
harus diikuti dengan keinginan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh Indonesia
seperti yang ada pada sila kelima. Indonesia merupakan negara beragam yang
membutuhkan dasar dan landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai
dengan kemajemukannya itu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Pancasila
merupakan landasan yang sesuai dengan jiwa kehidupan bangsa Indonesia saat ini.
Seperti yang dituliskan oleh Astuti (2012) sila Ketuhanan
yang maha esa yang bermakna bahwa bangsa Indonesia percaya dengan mengakui
adanya satu Tuhan. Sehingga sebagai umat beragama, bangsa Indonesia harus taat
dan menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Selain itu juga menghargai dan
menghormati agama atau keyakinan orang lain. Namun dalam pelaksaannya saat ini
banyak terjadi konflik atas nama agama yang mengganggu keamanan dan membuat
resah masyarakat. Hal ini terjadi karena lemahnya pamahaman masyarakat tentang
agamanya sendiri dan juga pemahaman tentang makna Pancasila itu sendiri. Belum
lagi isu munculnya aliran sesat yang belakangan mewarnai kehidupan beragama di
Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia yang percaya dengan adanya satu Tuhan
seharusnya tetap pada pendirian dengan menjalankan ajaran agama yang diyakini
dan menghormati agama orang lain yang berbeda dengan kita tanpa harus berpikir
bahwa keyakinan orang lain itu salah dan keyakinan ini yang benar.
Selama saya menjadi warga Negara Indonesia saya percaya
dan menjalankan ajaran agama Hindu dan saya berinteraksi dengan teman saya yang
juga berbeda agama. Saya tidak mempermasalahkan seperti apa teman saya
menjalankan ajaran agamanya. Saya berusaha untuk menghormati dan menghargai
agama yang mereka anut. Saya ikut juga merayakan lebaran, natal, paska, imlek
dan waisak sebagai rasa hormat saya terhadap teman – teman dan keluarga saya
yang merayakan. Saya merayakannya dengan berkunjung ke rumah teman yang sedang
berhari raya atau ikut acara bertukar kado yang sering di lakukan di kampus.
Tak hanya saat hari raya besar tapi juga setiap hari, saat kegiatan latihan
paduan suara atau diskusi atau rapat sedang berlangsung, tiba saat sholat maka kita
istirahat sebentar untuk memberikan kesempatan kepada teman yang ingin
beribadah. Dari hal itu saya sering berpikir alangkah indah keberagaman dalam
perdamaian dan saya bersyukur dilahirkan di Indonesia.
Hal yang sama juga disampaikan Astuti (2012) untuk sila
kemanusian yang adil dan beradab yang bermakna bahwa bangsa Indonesia
menempatkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang sama di depan hukum. Hal ini sesuai
dengan sifat universal bahwa kemanusian dimiliki oleh semua bangsa yang juga
harus diterapkan di Indonesia. Persamaan di depan hukum berarti bahwa semua
warga negara tidak memandang status sosialnya, tetap memiliki hak yang sama di
depan hukum. Namun berbeda dengan kasus kecelakaan yang dialami oleh anak Menko
Perekonomian Hatta Rajasa, Muh. Rasyid yang menewaskan dua penumpang dan tiga
lainnya luka – luka, namun sayangnya kasus ini berakhir dengan perdamaian
(kompas, 2013). Walaupun pihak korban mendapat santunan dari keluarga Hatta
Rajasa, tapi kenapa Rasyid tidak diproses secara hukum yang berlaku di
Indonesia. Apakah karena uang, pihak penegak hukum tidak dapat memproses kasus
ini? hal inilah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sila kedua Pancasila
ini.
Masih banyak lagi nilai kemanusian yang terabaikan di
negeri ini, seperti anak usia sekolah seharusnya belajar di sekolah dan bermain
dengan teman sebayanya tapi harus mengamen atau mengasong di lampu merah dan
tempat umum. Tidak jarang kita dengar kabar berita seorang ibu yang mengalami
depresi akibat kesulitan ekonomi, kemudian bunuh diri setelah membunuh anak kandunganya juga. Hal
ini menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial yang belum terjamin menyebabkan
hilangnya rasa kemanusian yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Dalam membantu dari segi kemanusian juga perlu
diperhatikan. Sering saya lihat orang – orang memberikan bantuan berupa materi
seperti uang dan bahan pokok. Tapi menurut saya itu hanya bersifat sementara
dan cepat habis. Bahkan itu membuat masyarakat terbiasa menerima bantuan dan
tidak mau berusaha sendiri. Mereka tak merasa malu jika mendapat bantuan dari
orang lain dan seolah – olah itu adalah hak mereka sebagai pihak yang
membutuhkan bantuan. Memberikan bantuan itu tidak dilarang dan sangat mulia, tapi
akan lebih baik hal itu juga diikuti dengan pemberian soft skill yang juga bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu. Sama
dengan yang saya alami selama menjadi relawan mengajar di salah satu sekolah alternative untuk
anak jalanan di Cempaka Emas. Suatu hari
perkampungan anak jalanan tempat saya mengajar kebakaran. Banyak bantuan
makanan, bahan bangunan, pakaian dan perabotan rumah tangga lainnya
berdatangan. Saya pun ikut sibuk membaginya dan masyarakat korban kebakaran
berebut untuk mendapatkannya. Besoknya saya dan teman – teman ke tempat itu
lagi untuk mengajar anak – anak jalanan yang rutin diadakan di tengah tenda pengungsian. Seorang ibu bertanya kepada
teman saya “ kenapa hari ini tidak ada pembagian beras atau sembako? ”, teman
saya pun menjelaskan kepada ibu tersebut bahwa hari ini memang tidak ada
sumbangan yang bisa dibagikan. Hal yang sama juga terjadi pada minggu
berikutnya. Dari kejadian itu saya berpikir jika masyarakat tidak hanya membutuhkan
beras atau sembako tapi kemampuan untuk mendapatkan sendiri bantuan materi itu.
Karena jika hanya menunggu bantuan itu datang tentu tidak akan ada yang bisa
terus memberikan bantuan.
Demikian pula pada sila ketiga persatuan Indonesia
dituliskan oleh Astuti (2012), yang bermakna persatuan itu bulat, satu dan
tidak terpecah atau jika dikaitkan dengan maknanya pada pengertian modern disebut
dengan nasionalime. Keadaan Indonesia yang majemuk memang harus bersatu untuk
bisa hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan yang ada. Walaupun hal ini
sudah ada dalam Pancasila, tapi masyarakat Indonesia masih sering lalai dengan
hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari berbagai konflik antar etnis di
beberapa daerah di Indonesia.
Berita kerusuhan antar etnis yang terjadi di Lampung
beberapa waktu lalu adalah contoh nyata lemahnya persatuan bangsa Indonesia.
Perang saudara tersebut hanya berawal dari masalah anak muda yang seharusnya
bisa diselesaikan dengan jalan hukum . Tapi pecah menjadi kerusuhan selama tiga
hari yang memakan puluhan korban jiwa dan luka – luka, ditambah lagi dengan
ratusan rumah dan sekolah terbakar . Kerusuhan antara suku Bali dan Lampung itu
berakhir dengan perjanjian damai kedua belah pihak (Kristanti, 2012). Saya
tidak dapat membayangkan apa terjadi dengan saudara kita di Lampung itu. Rasa
kecewa dan prihatin yang mendalam saya pernah rasakan saat mendengar berita
kerusuhan Lampung. Ternyata pertikaian antar etnis masih belum habis ceritanya
di tanah Nusantara ini. Oleh karena itu,
penting bagi rakyat Indonesia di mana pun berada di Indonesia harus bisa saling
menghormati dan bertoleransi dengan suku, agama atau ras lain yang juga saudara
kita di Indonesia.
Demikian juga dengan Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan /perwakilan yang bermakna bahwa bangsa
Indonesia menganut sistem demokrasi (Astuti, 2012). Namun ada satu hal yang
membedakan demokrasi di Indonesia dengan Demokrasi barat yaitu pada
permusyawaratan yang mengacu pada pengambilan keputusan secara bulat. Sedangkan
kebijaksaan itu merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan memang bermanfaat
bagi kepentingan rakyat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna yang
paling melekat pada sila ke empat adalah nilai – nilai gotong royong dan
musyawarah mufakat yang mementingkan kepentingan
bersama.
Namun berbeda halnya dengan beberapa wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat yang
belum bisa sepenuhnya mewujudkan apa yang diinginkan oleh
rakyat. Bahkan menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi yang tentunya
merugikan masyarakat itu sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Revida (2003)
korupsi adalah parasit sosial yang mengganggu pemerintahan dan penghambat
pembangunan pada umumnya. Bagaimana tidak, uang yang seharusnya digunakan untuk
pembangunan dan kesejahteraan rakyat habis digunakan untuk kepentingan pribadi.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan makna nilai – nilai pancasila pada sila
keempat yang mengedepankan kepentingan orang banyak diatas kepentingan pribadi.
Korupsi yang sudah dilakukan oleh beberapa pejabat negara
tersebut hanya sebagian dari korupsi yang sering terjadi di Indonesia.
Sebenarnya efek globalisasi yang menyebabkan masyarakat cenderung lebih
mementingkan kepentingan pribadi tersebut bukan hanya terjadi pada pemerintah
tapi juga dalam kehidupan masyarakat Indonesia kebanyakan. Seperti yang diceritakan
oleh Miss Desiree pada saat kelas Affective
Education 21th Century Learning tahun lalu, beliau melakukan percobaan dengan menyebarkan jepitan
rambut atau hiasan di sekitar kelas yang beliau ajar dan berharap ada yang
mengembalikannya pada kotak lost and
found yang ada di sekolah tersebut. Namun hasilnya tidak ada satu pun siswa
di kelas tersebut yang mengembalikannya. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang
tidak mudah bagi orang tua, guru dan saya sebagai calon guru untuk mengenalkan
siswa bahaya korupsi yang berawal dari
ketidakjujuran dan mengambil hak milik orang lain secara diam - diam. Ditambah lagi dengan adanya contoh korupsi yang telah
dilakukan oleh pejabat neraga terdahulu. Untuk memberikan pemahaman yang lebih
mudah kepada siswa tentang korupsi nantinya, perlu ditegaskan bahwa pelaku
tindak korupsi harus dihukum berat. Jika tidak, hal ini akan berdampak pada
jiwa generasi muda selanjutnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang
bermakna kemakmuran yang merata bagi rakyat Indonesia yang dinamis dan
meningkat. Adanya suatu persamaan dan saling menghargai karya orang lain Astuti
(2012) . Berlaku adil terjadi apabila sesorang memberikan dan mendapatkan
sesuatu seuai dengan haknya. Sila kelima inilah yang paling sulit untuk
diwujudkan oleh pemerintah saat ini. Keadaan geografis Indonesia yang berbentuk
kepulauan menyebabkan sulitnya memantau keadaan setiap daerah di Indonesia.
Sehingga setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk setiap daerah
harus dilakukan secara bertahap dan tidak bisa dilakukan secara serentak. Namun seharusnya pemerintah sudah dapat mengantisipasinya
dari dulu dan hal ini bukanlah menjadi alasan utama dalam mewujudkan sila
kelima ini.
Namun yang lebih terlihat tentang ketidakadilan dalam
pelaksanaan pancasila, sila kelima ini adalah dalam hal pendidikan dan
kesejahteraan sosial. Mengapa negara yang kaya akan kekayaan alam ini tidak
mampu membiayai pendidikan yang sangat menentukan masa depan bangsa ini.
Jangankan di daerah pedalaman Papua, bangunan sekolah yang rusak juga masih
kita temukan di Jakarta. Banyak anak putus sekolah karena harus membantu orang
tuanya bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat masih sangat
rendah dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak bangsa. Tidak
ada ketegasan dari pemerintah terhadap pendidikan anak putus sekolah tersebut.
Dapat kita lihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia pada tahun 2012 masih ada sekitar 10, 507 juta jiwa penduduk yang
berada pada garis kemiskinan di Indonesia. Hal
ini terbukti dari masih ditemukannya
pengemis dan juga anak jalanan yang tidak sekolah berkeliaran di lampu merah
dan tempat umum lainnya. Permukiman kumuh dan pengangguran yang memicu
kriminalitas masih banyak kita lihat di beberapa daerah di sekitarnya.
Setelah melihat seperti apa pengimplementasian Pancasila
pada negeri ini, dapat saya katakana bahwa
peimplemantasian tersebut masih berupa wacana yang belum terwujud pada beberapa
sendi kehidupan masyarakat. Begitu juga
dengan saya, sebagai warga negara saya belum maksimal dalam mengamalkan nilai –
nilai Pancasila tersebut kehidupan sehari - hari. Suatu pembelajaran yang
berharga saya dapatkan dari kelas Pancasila beberapa waktu lalu tentang kalau
bukan kita yang peduli dengan masa depan pemerintahan bangsa ini siapa lagi.
Jika semua orang pintar negeri ini memalingkan muka terhadap kondisi negeri
ini, maka yang akan menjadi pemimpin bangsa ini adalah generasi mental tempe
yang hanya bisa menghabiskan uang rakyat untuk dikorupsi. Oleh karena itu,
penting bagi kita untuk memberikan kontribusi pada negeri ini sebagai anak
bangsa. Kontribusi yang diberikan harus dimulai dari sekarang dan tak hanya
menjadi wacana belaka.
Pengamalan nilai – nilai Pancasila memang banyak menuai
masalah baik dilakukan oleh masyarakat kecil hingga pejabat negara yang
seharusnya memberikan contoh. Untuk itu perlu dilakukan pemberdayaan kembali
Pancasila yang merupakan dasar falsafah bangsa kita ini. Seperti yang
dituliskan oleh Herdiawanto & Hamdayama, (2010) pemberdayaan Pancasila
haruslah mengenalkan dan memberdayakan Pancasila sebagai manifestasi kepribadian
bangsa yang sesuai dengan isi Pembukaan UUD 1945 yang dieksplorasi bersifat
realitas, idealis, dan fleksibilitas. Andai apa yang menjadi tujuan para
pendiri bangsa kita 68 tahun yang lalu mampu diwujudkan oleh bangsa Indonesia,
mungkin kemiskinan, keterbelakangan dan konflik antar ras, suku dan agama bisa
terhindar. Namun semua yang sudah terjadi bukan untuk disesali tapi harus
dijadikan motivator untuk memberdayakan Pancasila kembali dalam kehidupan
sehari – hari yang bisa kita mulai
Daftar Pustaka
Astuti, N. (2012). Pancasila dan piagam madinah: konsep, teori
dan analis mewujudkan masyarakat madani Indonesia. Jakarta, Indonesia:
Media Bangsa.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Data jumlah masyarakat miskin di Indonesia
tahun 2012 diunduh pada tanggal 9 Mei 2013 dari website:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=23¬ab=1
Herdiawanto, H.
& Hamdayama, J. (2010). Cerdas,
kristis, dan aktif berwarganegara:pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan
tinggi hlm. 31-42. Jakarta, Indonesia: Erlangga.