Hari ini agak berbeda dari biasanya, aku hanya
termenung di kamar sambil membaca buku tetralogi karya Pramodya Ananta Toer.
Sebuah kisah kepahlawanan yang cukup luar biasa di tuliskan dalam buku ini. Bicara
mengenai kepahlawanan aku teringat dengan masa kecilku ketika pertama kalinya
aku masuk sekolah di salah satu sekolah dasar di desaku. SDN Bestala, sekolah
terbaik di desaku yang mampu mencetak banyak dokter, bidan, polisi, tentara,
hingga insinyur dan juga pengusaha. Tidak salah karena tanpa sekolahku ini
orang tuaku dan juga sebagian penduduk di desaku tak kan bisa membaca atau
menulis. Kenapa? Karena sampai adiku yang kedua masuk sekolah dasar belum ada
taman kanak – kanak yang didirikan. Mau tidak mau guru kelas satu harus
mengajar dan juga mengenalkan siswa baca dan juga menulis.
Aku beruntung
masuk sekolah ini. Walau umurku hampir tujuh tahun baru kelas satu tapi tak apa
aku bisa berteman dengan siapa saja. Aku harus berjalan selama 30 menit untuk
bisa sampai di sekolah. Sehingga aku harus bangun jam 5 pagi untuk bersiap –
siap dan berangkat ke sekolah bersama 7 orang teman – teman setiaku pukul 6
pagi. Sebuah rutinitas yang sangat kompak siapa yang sudah siap harus menunggu
yang belum datang hingga jam setengah 7 agar bisa berangkat bersama. Sepanjang
perjalanan kami melewati kebun dan sawah yang hijau, tak ada angkutan umum yang
bisa ditumpangi atau bus sekolah yang bisa mengantar dan menjemput kami, kami
hanya berjalan kaki berangkat atau pun pulang sekolah. Tidak apa kami tetap
semangat ke sekolah.
Saat uang jajan
habis aku sering harus buru – buru pulang karena lapar dan haus sepanjang
perjalanan. Aku dan teman – teman kadang masuk kekebun warga mencari buah
manggis, atau buah duku yang sudah masak hingga jatuh di bawah pohonnya.
Sehingga haus dan laparku sedikit tertahan. Atau mencari sumber air di dalam
kebun warga. Desaku sangat subur dan hijau, sehingga kadang aku bisa menemukan
sumber air yang jernih dan segar untuk diminum. Ini adalah saat – saat yang tak
bisa dibeli dimana dan kapanpun, saat ini aku sangat merindukannya.
Belajar di kelas
bersama guruku yang sedikit galak menuntut aku untuk rajin belajar. Khususnya
membaca dan menulis. Walaupun tulisanku seperti cakar ayam dan cara membacaku
yang tidak lancar tapi kalau urusan menghitung aku tak mau ketinggalan. Saking
galaknya guruku saat membentak bisa terdengar dari kelas sebelah. Pernah suatu
kali aku tidak bisa mengerjakan salah satu soal matematika yang belaiu berikan.
Karena lama aku berdiri di depan papan tulis beliau membentakku hingga temanku
yang sedang menulis di bangkunya terkejut dan trauma hingga tanganya gemetaran.
Sampai saat ini bila dia menulis tangannya selalu bergetar walaupun tak ada
yang membentak. Sejak saat itu aku menjadi rajin belajar khususnya matematika.
Beruntung aku
punya kakek yang jago matematika. Setiap pulang dari sawah beliau memberitahuku
sebuah trik menghitung yang luar biasa. Tapi beliau tak pernah mengajariku
karena ingin aku pintar, tapi karena aku yang ingin tahu. Ada – ada saja cara
yang kakekku punya. Beliau sering mengatakan kalau waktu kecil gurunya suka
memberitahu cara ini setiap kali mau ujian dan kakekku adalah murid kesayangan
gurunya waktu kecil karena nilai matematikanya tak pernah mendapat nilai merah.
Dari sana aku mendapatkan motivasi untuk terus belajar dan ingin jadi seperti
kakekku. Hingga akhirnya tak salah pertama kalinya aku menerima raport satu –
satunya nilai 9 yang aku dapatkan adalah nilai matematikaku. Teman – temanku
yang selalu aku ajak pulang dan berangkat sekolah mulai menghargai aku sebagai
adik mereka yang ternyata memiliki bibit berprestasi didalamnya. Aduh kok jadi
pamer.
Teman – temanku tidak
hanya teman yang dari satu arah pulang saja, ada juga teman sekelasku yang beraneka
ragam dan rumahnya tak kalah jauh dari rumahku. Mereka harus berjalan sekitar 1
jam dari rumahnya untuk bisa sekolah di SD ku yang berada di tengah – tengah
desa ini. Ada anak kepala desa yang biasa dipanggil Bagus, dan anak pegawai
desa Teddy, anak saudagar Novi, serta yang lainya sama denganku anak petani.
Setelah liburan pertama aku sekolah kami mendapat teman baru lagi anak seorag
guru benama Very. Kami semua berteman dan belajar hingga lulus SD. Selama 6
tahunan banyak sekali peristiwa penting yang aku lewati. Mulai dari persaingan
aku dengan temanku yang cukup strik dan menyebalkan bagi teman – temanku.
Hingga persiangan mempertahankan juara kelas yang sempat tidak aku sadari saat
aku duduk di kelas 3. Nilai aku turun merosot tapi aku tidak merasa tertekan
sedikitpun. Malah guruku yang sangat perhatian dengaku memperingatkanku dan
mengatur tempat dudukku tanpa aku ketahui.
Pertama kali masuk
kelas aka nada perebutan tempat duduk. Bagaimanatidak aku sekelas dengan 15
orang temanku dari baru masuk SD hingga lulus, tentu kami sudah tahu tabiat masing
– masing. Sebagai orang pintar pasti berusaha mencari teman yang baik dan
asyik. Saat aku naik ke kelas 5 aku menangis tersedu – sedu karena ada temanku
yang tak bertanggung jawab. Dengan seenaknya memindahkan aku ke belakang dengan
temanku Surya. Surya juga tidak tahu kenapa aku dengan dia yang sudah menaruh
tas di depan, tempat favoritku, tiba – tiba saat pelajaran mau dimulai tas aku
dengannya ada dibelakang. Dan tempat dudukku di depan sudah ada yang menempati.
Saat itu guruku sudah ada di dalam kelas dan siap belajar. Akhirnya aku pun
menerima saja apa yang terjadi dan aku tak tahu kenapa harus begini. Ketua
kelasku hanya mengatakan jika semuanya harus duduk ditempat yang sudah
ditentukan. Aku kesal menerima keputusan itu.
Proses belajar
mengajar dengan lancar, walau aku duduk dibelakang tapi aku tetap berusaha
mendengarkan penjelasan guru dengan baik, sumpah alim banget aku dulu. Aku suka
guru IPA dan guru matematika yang juga bertugas sebagai kepala sekolah di SDku
yang hanya 10 ruangan itu. Awalnya aku tidak mengerti kenapa aku diajak keluar
kelas menuju halaman sekolah. Mengambil tali panjang dan meteran untuk mengukur
lapangan yang panjang dan luarnya 2 desimeter persegi. Memang ini salah satu
cara yang paling mudah menunjukkan kepada siswa, selain karena mempermudah
siswa memahami berapa ukuran 1 desimeter persegi juga karena satuan desimeter
jarang digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Semua itu membuatku lebih paham
dengan materi itu. Guruku ini tak suka memberi PR tapi setiap hari memberikan
kita latihan. Cara mengajarnya pun asyik penuh humor yang membuatku tetap melek
walau membosankan. Setiap hari aku selalu menanti datang mengajar.
Saat ini aku cukup
sedih karena kabar terakhirnya yang aku dengar sebulan yang lalu dari orang
tuaku di Bali beliau sedang sakit keras dan sudah beberapa kali operasi. Aku
tidak sempat menengok beliau. Dan lebih menyesalnya lagi kemarin aku dengar
keluarga beliau mengadakan upacara pengabenan beliau. Sedikit aku seperti tidak
percaya jika beliau pergi begitu cepat, tanpa sempat menungguku. Karena beliau
tahu aku sedang melanjutkan kuliah di Jakarta. Selamat jalan guru terbaikku,
guru yang selalu menjadi inspirasiku setiap kali aku membuat tugas kuliah
tentang belajar mengajar matematika, pelajaran yang pernah ku anggap sulit menjadi mudah jika aku belajar
dengannya. Ah, sudah.. aku tidak mau bersedih karena ada atau tidak ada beliau
di dunia. Beliau aku terus menginspirasiku untuk terus mengajar. Lanjut!
Selama semester ganjil
aku dan semua anak kelas 4, 5 dan 6 membuat tabungan setiap bersama setiap hari
200 rupiah yang akan kita gunakan untuk acara kemah pramuka yang akan
dilaksanakan di Gondol, Grokgak Buleleng Barat. Semangatnya kami kemah karena
Pembina pramuka kami benar – benar semangat juga membina kami. Setiap hari minggu kamu latihan bersama mulai
dari latihan sandi, baris berbaris, morse hingga semaphore. Semangat kami ditambah
lagi dengan persiaan sekolah mengikuti lomba UKS. Aku dan beberapa temanku
dipercaya sebagai dokter kecil yang bertugas jaga di UKS dan menyiapkan kebun
sekolah menjadi kebun yang indah penuh dengan bunga dan rapi dipagar.
Kelompokku namanya kelompok Angsoka, ada lagi kelompok Anggrek, Kunyit dan
Kencur. Masing – masing kelompok punya areal kebun tanaman toga sendiri yang
dilombakan. Aku memang tidak begitu pintar menanam tanaman apalagi tanaman
obat. Tanpa aku sadari aku sebagai ketua kelompok malah menanam bunga. Akhirnya
ada juga temanku Warsiki yang pintar memelihara kebun. Dia selain menanam obat
juga menanam bunga mawar dan bonsai di kebun kami.
Sekolah kami
menjadi indah semenjak ada kelompok UKS ini. Kepala sekolah sangat senang
dengan hasil kerja kami. Selain itu tanaman anggrek yang aku gantung di depan kelas
sudah mulai berbunga. Ibu Yeti yang sangat menyukai bunga anggrek sangat senang
dan meminta siswa kelas lain untuk membuat tanaman lagi.
Puncak acara
semakin dekat yaitu pada saat usai penerimaan rapot semester ganjil. Aku dan
teman – teman mulai membagi tugas alat – alat perkemahan. Mulai dari tikar,
senter, alat masak, alat sembahyang dan sebagainya. Aku makin sibuk tapi ada
saja yang menganggu pikiranku. Aku dengar dari Suryani jika ada orang yang
selalu memperhatikanmu setiap kamu dipanggil ke depan kelas. Saat aku ingin
kembali ke kelas tiba – tiba aku bertabrakkan dengan seseorang. Sumpah aku malu
menuliskan bagian ini. Tapi apa boleh buat aku akan menulisnya sebagai proses
aku mencapai dewasa.
Ternyata teman
sekelasku Bagus katanya sudah pacaran dengan adik kelas. Bagus yang bisa
dibilang anak paling tinggi dan cakep di kelasku sudah punya pacar. Aku sedikit
tidak terima karena dia memang salah satu cowok idolaku saat itu. hehehheehe..
cinta monyet anak SD lucu juga kalau di tulis lagi. Tapi kini sudah jadi milik
orang lain gimana dong. Tapi tak apa – apa dia masih bisa aku lihat di kelasku.
Aku memang dekat dengannya apalagi urusan pelajaran kita selalu bersaing. Tapi
bukan Asih namanya kalau aku tidak menang. Tak salah aku selalu jadi juara satu
bertahan di kelas selama kelas 5 dan 6. Dia punya pacar sekarang baiklah aku
akan terus bertahan.
Saat jam istirahat
dia suka bercerita tentang pujaan hatinya itu. Betapa indahnya hubungan mereka.
Bagus selalu menyebut Lisa dengan Sri Kamandaka dan dia di panggil Kamandaka. Amboi.. kapan yah aku
kaya gitu! Begitulah hubungan mereka kita lajutkan dengan cerita dokter kecil
dan pramuka dulu.
Akhirnya Persami
dilaksanakan. Kegitan pertama yang aku ikuti adalah outbond yang tak bisa aku
selesaikan sampai finish karena aku sakit perut dan aku pingsan di pinggir
sungai. Aku tersadar di kantor kepala desa dan betapa menyesalnya aku tak bisa
ikut karena aku tak punya cerita seperti yang diceritakan oleh teman – temanku
yang lain. Ayahda pembina dan kepala sekolah marah pada teman sekelompokku yang
menelantarkan aku pingsan di pinggir sungai. Untung ada warga desa yang lewat
dan membawaku ke klinik terdekat di Kantor Kepala desa. Semua itu berawal
karena aku tak mau sarapan pagi harinya.
Sorenya di
lanjutkan dengan acara Haiking yang tak kalah serunya. Aku beruntung bisa ikut
setelah Ayahda Pembina memastikan kondisiku baik – baik saja. Aku kembali
menyusuri padang hijau dipinggir sungai dan menyebrang sungai melalui batu –
batu, melewati sawah, masuk trowongan air, mandi di air terjun, melihat yang
tebalnya kabut yang menyelimuti hutan dan menghirup udara bersih dan sehat.
Hingga hujan turun, aku senang sekali dan sangat menikmatinya. Semua itu sangat
– sangat aku rindukan saat ini. Betapa indahnya Desaku saat itu yang membuat
aku merindukannya saat ini.
Hingga sore tiba,
semua teman – teman sedang asyik main di sungai tiba – tiba Ayahda pembina atau
Pak Guru berteriak “ makanya hati – hati, sekarang sudah berdarah gimana dong!”
kami semua berhenti dan menoleh ke arah suara. Terlihat Teddy teman kami sedang
memegang lututnya berdarah kena kayu yang tejam. Teddy hanya meringis dan takut
menangis karena Pak Guru sangat marah. Kami pun pulang dan Pak Guru mengendong
Teddy yang tak mampu berjalan lagi. Dalam hati aku teringat kejadian tadi pagi,
apakah Pak Guru akan semarah ini jika dia menemukanku tergolek tak sadarkan
diri seperti itu. Hihh serem…. Sejak saat itu aku tak mau kemana – mana tanpa
sarapan dulu. Aku tidak mau jatuh kaya gitu lagi.
Malam harinya ada
acara api unggun. Serunya aku ikut sebagai pembawa obor dasa darma. Seperti
sudah menjadi takdir dari SD sampai SMA jadi pembawa obor selalu jadi pengucap
dasa Darma yang ke sepuluh “ Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan”
sampai mendarah daging karena saking hafalnya. Acara itu tambah seru dengan
acara games di akhir acara hingga mendekati pukul 11 malam. Kami bersiap – siap
untuk acara jerit malam. Acara yang paling ditunggu –tunggu oleh Kakak kelas 6
agar bisa mengerjai aku dan anak kelas 4. Tapi kalau aku gak bakalan bisa
mereka menjailiku. Dari kecil aku memang tak suka nonton film hantu jadi jika
soal hantu yang dibilang seram aku memang tak percaya. Aku hanya takut dengan
Tuhan dan binatang buas malam – malam. Saat giliran aku berjalan aku marasa
sedikit deg – degan karena aku belum pernah ikut acara beginian. Takutnya aku
tidak bisa menyelesaikan ujian mental yang diberikan oleh senior kelas 6 nanti
buku SKUku pulangnya kosong dong.
Ternyata ujian senior aneh semua dan saat ini kadang
aku suka tertawa bila ingat semua itu. Berjalan sendiri di tengah malam, lari
dikejar anjing dan membuat keributan di sepanjang sungai hingga warga sekitar
menyiram air. Ujiannya mulai dari menyebutkan nama – nama pahlawan atau menyanyikan
lagu nasional sampai di sekolah. Belum lagi mengumpulkan bekicot sebagai obat
luka atau mencari obat sakit perut sebagai perintah yang ada dalam kata sandi
yang di berikan pembina. Paling seru adalah melewati trowongan monyet buatan
Ayahda Pembina sampai badanku gatal semua atau mengitari batu di tengah sungai
dengan hitungan hingga aku tak sempat buka sepatu, yah kecebur deh semua. setelah
berkotor – kotor penuh lumpur karena kejebur di sawah atau di selokan, kita
mandi di sungai. Jadi yang tidak mandi malamnya pasti tidak bisa tidur karena
gatal. Menggunakan baju dengan hitungan, berkumpul dengan hitungan, bangun pagi
pun dengan hitungan. Sudah mirip tentara latihan aku jika mengadakan kemah.
Tapi semuanya seru dan menantang. Tak pernah aku dapatkan pengalaman ini walaupun
aku sudah masuk perguruan tinggi.
Persami sudah
usai, kini tinggal dokter kecil. Dokter kecil tak banyak kegitan menarik selain
gantian berjaga UKS. Awalnya aku merasa tak ada gunanya kegitan jaga UKS begini
hanya buang – buang waktu kan lebih baik jika seandainya aku buku di perpustakaan.
Ternyata aku salah. Usai olahraga sabtu itu. aku buru – buru ke kelas mengambil
baju ganti. Usai ganti baju aku melihat wajah Pak Guru tampak khawatir dan
menanyakan jika kita semua baik – baik saja dan tak ada yang sakit. Setelah aku
lihat Very juga tampak sedih. Aku bertanya pada Very ada apa? Very hanya
menoleh ke tempat duduk Bagus. Ada juga teman yang bertanya padaku “ Sih, kamu
tidak mau pingsan lagi kan? Kemarin kamu
waktu pingsan gimana rasanya sakit? Lama ya?” aku bingung dengan pertanyaan Suas
dihadapan Very yang lagi sedih itu. “ Apa apa sih? Kalian aneh bertanya hal itu
saat ini?” sahutku sambil menjauh meninggalkan mereka.
Tak lama kemudian
aku lihat bapaknya Darma berlari ke ruang UKS. Ada apa di UKS, hari ini yang
jaga bukan aku sih. Kelompokku setiap hari Senin dan Kamis jaganya. Tak lama
kemudian terdengar teriakan dari dalam ruang UKS. Ternyata Bagus sedang
kesakitan. Entah dia sadar atau tidak. Yang pasti dia terus berteriak dengan
mata terpejam. Bapak – ibu guru semua dengan wajah cemas tak tertahankan. Dia
kenapa, aku mulai panik. Lebih panic lagi Lisa, dia tampak bingung tak tahu
harus berbuat apa. Melihat dia ada di belakangku aku pun menghindar dan kembali
ke kelas. Semua teman- teman tahu dia pacarnya Bagus dan aku hanyalah butiran
debu yang tak penting saat itu. Tak ada yang tahu apa yang aku rasakan saat itu
antara kesal sedih dan juga kasihan bercampur dengan cemas. Tiba – tiba
Suryani mendekat “ Sudahlah, mungkin bukan
waktunya saat ini Ar.. “. Aku bingung kenapa dia bertanya begitu.
Akhirnya kami pun
naik ke Kelas 6. Aku makin giat belajar agar bisa mempertahankan peringkatku.
Aku pun akhirnya duduk di depan lagi. Aku tunggui tempat dudukku agar tak
diambil oleh siapa pun. Aku tak mau kejadian setahun yang lalu terulang lagi.
Aku duduk dengan Veny, anak yang berambut kemerahan itu sebenarnya menjadi
teman sejatiku sejak kelas 1 SD. Tapi baru kali ini bisa sebangku. Dia selalu
dengan Julia teman dan juga tetanggaku. Baik aku Veny dan juga Julia suka
belajar bareng dan kami adalah sahabat akrab. Tapi diantara mereka tak ada yang
tahu apa yang aku rasakan terhadap Bagus. Sudahlah mungkin aku hanyalah cinta
dalam hati yang tak pernah terbalaskan.
Aku berusaha
menutupi semua perasaanku terhadap Bagus. Tapi entah kenapa Suryani seperti
bisa membaca pikiranku dia tahu semuanya. Sampai aku mau mengikuti idenya
menulis surat untuknya. Gila, sumpah gila banget. Yah, seperti yang kuduga Bagus
memang tak pernah suka padaku, dia mengatakan semuanya lewat surat balasan. Ehm…! Surat – suratan
jaman 45 banget yah! Tapi aku mau melakukan itu bukan tak beralasan. Bagus memang
suka menjailiku dan entah apa tujuannya. Kadang dia memanggil namaku hingga aku
menoleh dan dia hanya mengatakan gak apa – apa, menyebalkan. Saat itu Suryani
duduk di deretan bangku belakang yang sejajar denganku dari depan dan disebelahnya
duduklah Bagus seorang diri. Semua yang dilakukan Bagus tentu diketahui oleh
Suryani. Mulai dari pura – pura pinjam catatan sampai dengan melemparku dengan
kertas yang digulung kecil – kecil. Hingga aku menoleh tapi Bagus pura – pura
tidak tahu. Selama berhari – hari aku selalu diganggu oleh gulungan kertas
kecil. Sampai akhirnya dia kepergok akan melempar kertas kerahku tapi tidak
jadi dan dia tertawa dengan santainya. Aku kesal dan aku tak menghiraukan dia
lagi sampai dia bosan.
Suryani yang melihat
kejadian itu langsung ribut dan sekelas mengira aku dan Bagus ada sesuatu. Mana
mungkin, Bagus kan masih ada Lisa. Aku lebih getir lagi jika Sri Kamandakanya
menemuiku dengan muka marah mencabik – cabikku. ih.. serem!. Benar saja seperti
perkiraanku. Lisa menemuiku tak berucap apa – apa dia langsung mendorongku dan
aku pun medorong tangannya hingga terjadilah adegan dorong – dorongan . Sekilas
seperti orang sedang bercanda karena Lisa masih tertawa – tawa tapi dalam hati
siapa tahu. Seminggu kemudian aku dengar Bagus putus dengan Lisa. Jangan bilang
karena aku, ah GR banget.
Aku baru sadar
jika guru SDku benar – benar kreatif saat memberi tugas, tidak hanya PR,
latihan soal, worksheet atau kerja kelompok. Tapi tugas project seperti membuat
kristik dan ingka dari lidi daun kelapa untuk pelajaran kesenian. Selain itu
ada tugas membuat drama dari pelajaran bahasa Indonesia. Di tambah lagi tugas
membuat termos kreatif untuk pelajaran IPA. Atau IPS dengan tugasnya menggambar
peta Indonesia yang membuat nilaiku tak pernah bagus kalau urusan menggambar.
Tugas membuat termos kreatif aku sekelompok dengan Bagus, Julia dan Novi. Kami
berempat mengerjakannya di rumah Bagus di seberang sungai. Orang tua Bagus
sangat baik dan ramah. Bagus adalah anak kesayangan apapun keinginannya di
selalu di penuhi. Wah, enaknya punya tivi besar dan plastation untuk main
games. Kalau aku seperti ini pasti aku tak perlu main rumah – rumahan dengan
Julia hingga membuat pakaian kotor. Bagus sangat senang dikunjungi teman
sekelasnya, jadi ada teman yang bisa diajak nonton film kartun terbarunya. Aku dan Julia hanya terbengong melihat
semua itu.
Akhir – akhir ini
pelajaran agak berat, karena sebentar lagi Ujian Nasonal dan
aku tak mau terdapat kesalahan. Bagus sering sekali aku lihat pingsan sampi akhirnya dia
tidak ikut kegiatan pelajaran Olahraga. Ternyata Bagus sakit, entah apa nama penyakitnya aku tidak mengerti. Dia
sering mengalami tantrum seperti itu hingga SMP yang masih satu kelas denganku.
Perpisahan yang
sangat mengharukan aku rasakan. Aku sangat berhutang besar dengan sekolahku
yang selama 6 tahun aku tempati dan menjadi rumah keduaku dengan berbagai kenangan
tak hanya fisik gedung yang hanya 10 ruangan itu, Padmasana sekolah tempat sembahyang,
ruang UKS, lapangan upacara,
lapangan bola dan kebun tanaman obat dan bunga. Tapi juga hati guru – guruku
yang benar – benar penuh kasih sayang. Bagaimana aku bisa lupa ternyata seorang
guruku sangat melindungiku selama di sekolah tanpa aku sadari. Aku baru tahu
saat aku usai mengikuti lomba murid teladan yang diantar oleh wali kelasku yang
necis dan keren itu Pak Ambara. Salah satu guru dengan tulisan paling rapi yang
pernah ku ketahui. Entah ini ada hubungannya dengan Pak Ambara atau tidak yang
jelas selama dia menjadi wali kelasku tak ada henti dia menyemangatiku. Padahal ada banyak anak pintar lainnya.
Ceritanya aku
dengar dari ketua kelasku Suas. Atlet tenis meja ini ternyata pindah sekolah setelah naik kelas
6 dan dia baru mengatakan semuanya saat dia liburan sekolah dan berkunjung ke
Sekolahku ini. Ternyata yang memindahkan tas aku ke belakang waktu pertama kali masuk
kelas 5 tahun lalu adalah perbuatannya. Dia minta maaf karena telah berbohong
padaku saat itu. Tapi semua itu atas perintah Ibu Yeti. Ada satu hal yang tak
bisa ku jelaskan di sini berkaitan dengan kejujuran di kelas kecilku dengan teman
– teman kecilku yang lucu.
Memang selama ini
dari kelas 2 sampai kelas 4 nllai aku tidak beda
jauh dengan teman – teman yang dekat denganku duduk. Menurut
Ibu Yeti jika aku tetap duduk disana dekat dengan temanku itu aku tak mau
menyebut namanya, nilai aku atau temanku tak kan bisa meningkat. Mungkinkah? Makdsudnya
apa ini ?Aku juga bingung aku merasa selama ini aku hanya belajar dan ulangan
tanpa menyontek. Aku tak pernah melanggar satu nasehat ibuku untuk tidak
menyontek saat ulangan
dan nilaiku
hasilnya sesuai dengan harapan aku. Tapi setelah aku pindah tempat duduk ke belakang
dan aku jauh dari temanku itu, aku menjadi juara Umum bertahan di sekolahku.
Suas pun menjawab semua itu karena taktik Bu Yeti. Sedikit aku tak percaya,
tapi masuk akal. Jadi selama ini?aku terus bertanya dan tak percaya jika guruku
seperhatian begitu terhadap
muridnya. Aku mulai membayangkan jika aku jadi guru. Aku juga harus
memperhatikan perkembangan setiap siswa sedetail itu. sampai mengurus tempat
duduknya segala walaupun bukan walinya sekalipun. Alangkah beratnya, tapi
itulah yang telah dilakukan guruku padaku.
Bagaimana aku
tidak menangis mengenang
semua kebiakkan dan kasih sayang ibu –
bapak guruku saat perpisahan kelas 6. Suatu perhargaan masih diberikan oleh
guruku padaku walaupun nilai ujian nasionalku tidak bagus amat tapi nilai
raportku selalu juara satu. Nem tertinggi diraih oleh Veny teman sebangkuku dan nilaiku tetap peringkat
pertama.
By
Luh Putu Ariasih
Mahasiswa Pendidikan Matematika
Jakarta, 1 Aguastus 2012